Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Pangkas Rantai Distribusi Sapi Lokal

Pemerintah dianggap tetap perlu memangkas rantai distribusi sapi lokal serta mendorong efisiensi beternak bagi para peternak sapi lokal.
Petugas memeriksa sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Dinas Peternakan dan Pangan, Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (8/1/2019)./ANTARA-Harviyan Perdana Putra
Petugas memeriksa sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Dinas Peternakan dan Pangan, Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (8/1/2019)./ANTARA-Harviyan Perdana Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dianggap tetap perlu memangkas rantai distribusi sapi lokal serta mendorong efisiensi beternak bagi para peternak sapi lokal.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan panjangnya rantai distribusi daging sapi lokal memengaruhi harga daging sapi tersebut di pasaran.

"Hal ini terjadi karena munculnya biaya-biaya tambahan, seperti biaya transportasi. Daging sapi lokal melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen," tutur Ilman dalam keterangan resminya, Selasa (12/3/2019).

Dia menjelaskan rantai distribusi sapi lokal dimulai dari peternak yang menjual sapi ke pedagang berskala kecil atau ke feedlot. Kemudian berlanjut ke pedagang berskala besar, pedagang regional, pedagang grosir di rumah potong hewan, pedagang grosir di pasar, pedagang eceran hingga ke konsumen.

Dia menilai panjangnya rantai distribusi tersebut kini ini harus menjadi perhatian pemerintah karena biaya distribusi yang memakan waktu itu pada akhirnya harus ditanggung oleh konsumen.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan sistem distribusi daging sapi impor yang hanya membutuhkan maksimal dua titik distribusi untuk mencapai konsumen.

Rantai distribusi dua titik tersebut tercipta karena daging sapi impor merupakan produk siap masak yang tidak membutuhkan tempat penggemukan hewan, rumah potong hewan dan para pedagang di tempat penampungan ternak sebelum dapat dikonsumsi.

Selain rantai distribusinya yang masih panjang, Ilman mengatakan bahwa pengembangan ternak sapi di Indonesia juga seringkali menghadapi tantangan.

"Seperti kurangnya kapasitas peternak serta minimnya penguasaan mereka terhadap teknik ternak dan teknologi yang efisien,” kata Ilman.

Ilman lantas memberi contoh, efisiensi peternakan dapat dimulai dengan adanya modernisasi praktik peternakan yang berfokus pada minimalisasi biaya produksi. 


Meskipun, sudah ada sebagian peternakan yang melakukan hal tersebut seperti melalui modernisasi alat pemotongan, namun ada juga peternakan lain di Indonesia yang meski sudah melakukannya, masih harus mengeluarkan biaya produksi yang mahal karena sedikitnya jumlah sapi dalam satu peternakan. 


Selain itu, menurutmya inovasi di bidang pakan ternak juga perlu gencar dilakukan. 


"Karena peternak tidak memiliki kapasitas untuk berinovasi, perlu kerjasama antara peternakan dengan lembaga penelitian di bidang teknologi. Contoh yang sudah ada adalah kerjasama serupa di Sumatera Utara antara peternak dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi," ujarnya.


Terakhir, program yang menunjang pengelolaan resiko di industri peternakan sapi juga perlu terus digalakan.


"Satu contoh yang telah dijalankan adalah Fasilitas Asuransi Usaha Ternak Sapi yang telah digalakkan oleh Kementerian Pertanian," tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper