Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah akan terus mendorong industri untuk terus meningkatkan penyerapan garam rakyat. Namun, pelaku usaha di hulu diminta meningkatkan kualitas dan proses produksinya.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat total serapan garam rakyat oleh industri pengolahan hingga 31 Desember 2018 telah mencapai 796.536 ton dari targret sebesar 1,128 juta ton hingga Juli 2019.
Asisten Deputi Bidang Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jafi Alzagladi menyebutkan masih kecilnya serapan garam rakyat untuk kebutuhan industri utamamya terjadi karena kualiatasnya yang masih jauh dari harapan. Dia menyebutkan, saat ini jumlah produksi garam rakyat yang telah memenuhi standar kualitas terbaik atau KW 1 masih kurang dari 60%.
Salah satu penyebabnya adalah masa panen yang terlalu cepat di mana proses panen garam yang ahrusnya dilakukan selama 14 hari tidak selalu tercukupi.
"Ada 5 hari -4 hari sudah panen, standar itu kan 14 hari. Kedua, sistem panen, di mana ketika panen dengan tanah di bawah pun dia habisin, masih kotor toh. Jadi, sebetulnya kalau kita bicara garam ini, perlu perbaikan di produksinya, di sisi huluya dulu," ujarnya.
Sebagai akibatnya garam yang dihasilkan pun gampang larut. Hal tersebut tidak sesuai dengan stadnar yang dibutuhkan sebagian industri. Belum lagi, tingkat penyusutannya cukup besar mencapai 30% dalam proses pengolahan.
Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian kelautan dan Perikanan telah mengadakan program PUGAR untuk bisa meningkatkan kualitas garam rakyat. Namun, belum semua produsen garam rakyat berkeingian untuk menigkatkan kualitas garamnya.
“Memang kita belum bisa berharap banyak memproduksi garam industri yang sepanjang masyarakat belum mengikuti tekonologi anjuran yang dikelaurkan KKP,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Edi Ruswandi meminta pemerintah untuk turun tangan terkait penerapann teknologi terbaru di industri pengolahan garam dalam negeri demi meningkatkan serapan garam petani.
Dia menyebutkan selama ini industri tidak melakukan perubahan dan mengikuti perkembangan teknologi sehingga kemampuannya untuk mengubah garam rakyat menjadi garam layak pakai bagi industri masih terbatas.
“Harusnya dari industri pengolah mengikuti mereformasi industrinya jadi industri yang bisa mengolah dari garam konsumsi ke garam industri. Jangan industri dipisahkan. Kalau industri harus impor, jangan dong itu harus menggunakan yang namanya kearifan lokal. Di undang-undang jelas sekali,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis baru-baru ini.