Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan industri baterai kendaraan listrik dinilai dapat berorientasi ekspor melihat peningkatan permintaan di pasar global. Pengembangan industri itu pun dapat mendorong hilirisasi nikel dan meningkatkan serapannya di dalam negeri.
Hal tersebut disampaikan Direktur Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal kepada Bisnis, Senin (25/02/2019). Dia menjelaskan tumbuhnya permintaan global terhadap baterai kendaraan listrik tercermin dari peningkatan nilai pasarnya.
Berdasarkan riset produsen baja, Posco, nilai pasar baterai kendaraan listrik secara global pada tahun ini diproyeksikan mencapai US$204 miliar, meningkat 68,59% dibandingkan nilai pasar 2018 sebesar US$121 miliar. Adapun capaian 2018 tersebut meningkat 47,56% dibandingkan nilai pasar 2017 sebesar US$82 miliar.
Peningkatan permintaan tersebut menurut Faisal perlu dimanfaatkan dengan pengembangan industri baterai kendaraan listrik. Baterai tersebut tidak hanya berorientasi pada industri kendaraan listrik dalam negeri, tetapi juga dapat berorientasi ekspor.
"Jadi bisa melakukan spesialisasi [baterai sesuai jenis kendaraan yang diminati pasar mancanegara]. Dengan baterainya saja akan banyak membantu ekspor, akan membangun industri lebih kuat melalui penguatan hulu baru ke hilir [kendaraan listrik]," ujar Faisal kepada Bisnis.
Baterai itu pun dapat diserap oleh pasar dalam negeri seiring rencana pemerintah dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Adapun, Faisal menilai, pemerintah perlu meninjau orientasi pasar kendaraan listrik karena di dalam negeri masih menghadapi permasalahan kemacetan dan infrastruktur.
Pengembangan industri baterai kendaraan listrik menurutnya perlu dipayungi regulasi yang menunjang industri baterai dan industri kendaraan listrik yang menyerapnya. Regulasi tersebut dapat berupa insentif dan kebijakan untuk menyerap bahan baku dari dalam negeri.
"Mesti ada kebijakan yang memprioritaskan serapan bahan baku dari dalam negeri," ujar Faisal.