Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia berharap pemerintah membayar tebu hasil panen senilai Rp700/kg-Rp1.000/kg dalam skema beli putus.
Ketua APTRI Arum Sabil mengatakan harga yang ideal dengan skema beli putus bagi petani adalah Rp700/kg-Rp1.000/kg. Harga itu bisa menutup biaya produksi kebun tebu yang mencapai Rp50 juta/ha.
"Ya kalau produksi 100 ton dengan harga Rp700/kg itu masih masuk dan untung. Kalau produksi dibawah 100 ton kami minta harga diatas Rp700/kg karena itu tidak masuk [hitungan]. Paling tingginya Rp1.000/kg," katanya, Kamis(21/2).
Arum mengatakan dengan skema baru ini petani mau tidak mau harus meningkatkan produktivitas kebun menjadi minimal 90 ton/ha. Pasalnya produktivitas kebun petani rakyat rata-ratanya hanya 70 ton/ha-80 ton/ha.
Selain itu, bukan hanya bobot tanaman yang harus dikejar, kualitas gula pada batang tebu pun tidak boleh luput sebagai faktor tambah dalam nilai jual. "Bukan hanya mengejar bobot supaya bisa sampai berat ideal tapi juga kualitas. Isinya dalam kandungan gula juga bagus," katanya.
Arum mengatakan skema beli putus pada dasarnya bukan sesuatu hal yang baru. Itu telah dijalankan baik oleh pabrik gula swasta maupun BUMN. Hanya saja tergantung kepada petani, ada yang menyukai sistem lama yaitu bagi hasil atau sistem beli putus.
Menurutnya sekali pun menggunakan skema baru tetap harus ada jaminan terhadap petani rakyat agar tidak terjebak dengan tengkulak. Apabila tidak, sebenarnya tidak ada berubah karena ada oknum yang memburu rente di lapangan.
Arum pun menilai sistem ini pun masih punya nilai plus dan minus. Plus kalau harga cocok di petani jadi tidak perlu bingung memikirkan rendemen dan harga gula karena ada kepastian uang yang diterima di muka
"Minusnya apakah PTPN [BUMN perkebunan] punya uang? itu yang buat kami galau. Apakah PG [Pabrik Gula milik] BUMN punya uang karena sistemnya tebang, timbang, angkut bayar tidak bisa hutang. Harus di depan uangnya," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, PG yang bernaung di bawah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) group mulai membeli tebu petani dengan system beli putus tahun ini. Sebelumnya, PTPN menggunakan skema bagi hasil, di mana PG BUMN dibayar atas jasa produksinya menggiling tebu petani rakyat.
Petani menggilingkan tebu di PG BUMN. Sementara untuk membayar upah giling tebu, petani menggantinya dengan gula. Selama ini bagi hasil diantaranya adalah petani dapat gula 66% sedangkan pabrik gula dapat upah giling 34% gula.