Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah beranjaknya harga telur ke angka Rp26.000/kg di tingkat pasar, peternak ayam layer enggan turut serta dalam operasi pasar.
Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengatakan dalam kondisi transisi harga ini, biasanya pemerintah akan melakukan operasi pasar sebelum harga terus melonjak, tapi dengan tegas dia menolak untuk melakukan hal tersebut.
"Saya sudah instruksikan dan minta kepada anggota untuk boikot [tidak mau operasi pasar]," katanya kepada Bisnis, Minggu malam (10/2/2019).
Musbar menolak operasi pasar karena menilai artinya pemerintah tidak peduli terhadap tingginya harga jagung sebagai bahan pakan yang membentuk harga telur secara keseluruhan. PLN, lanjutnya, akan ikut dalam kegiatan operasi pasar apabila ada jagung murah.
Pasalnya sejauh ini peternak masih tertekan dengan harga jagung yang stabil tinggi di angka Rp6.000/kg. Di sisi lain harga telur di farm gate pun terus menurun ke kisaran Rp18.000/kg - Rp20.000/kg. Padahal nilai tersebut sama dengan modal produksi yang dikeluarkan peternak.
Menurut Musbar langkah paling tepat untuk bisa menurunkan harga adalah mempercepat impor jagung.
"Supaya harga telur bisa terkendali, importasi jagung 180.000 ton harus masuk paling lambat pada 2 Maret 2019. Jangan dipecah dua masuknya karena akan membuat ledakan harga telur yang luar biasa,"katanya.
Musbar mengatakan kalau impor itu telat masuk, harga telur ayam pada Maret bisa lebih tinggi daripada sekarang. Hal itu, lanjutnya, bisa terindikasi dengan kenaikan harga yang pelan tapi pasti.
"Kalau pada Februari ini sudah naik artinya ada gangguan pada kontinuitas pasokan,"katanya.
Oleh sebab itu dia berharap agar jagung impor segera masuk dan bisa terbagi rata ke semua peternak dalam skala kecil sampai besar.