Bisnis.com, JAKARTA – Industri pengolahan kakao catatkan pertumbuhan ekspor 11% hingga September 2018 secara tahunan (y-o-y). Asosiasi dorong pemerintah tingkatkan ketersediaan bahan baku melalui program Gernas untuk dorong kinerja industri.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), ekspor kakao olahan pada Januari-September 2018 catatkan nilai sebesar US$825,65 juta. Jumlahnya meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$760,46%.
Volume ekspor pada Januari-September 2018 sebesar 243,25 ribu ton meningkat 9% secara tahunan (y-o-y), di mana tahun lalu pada periode yang sama volume ekspor mencapau 219,03 ribu ton.
Peningkatan nilai dan volume ekspor produk olahan kokoa terjadi pada komoditas cocoa butter. Ekspor senilai US$603,383 juta meningkat 20% secara tahunan, dan volume ekspor sebesar 116,41 ribu ton meningkat 19% secara tahunan.
Adapun komoditas lain seperti cocoa liquor, cocoa cake, dan cocoa powder mengalami penurunan nilai dan volume ekspor. Penurunan terbesar terjadi pada komoditas cocoa cake, volume ekspor yang menurun 2%, nilainya merosot 26%. Meskipun begitu, secara keseluruhan ekspor kakao olahan Indonesia tetap tumbuh dengan neraca dagang positif senilai US$770,08 juta.
Direktur Eksekutif AIKI Sindra Wijaya menjelaskan harga kakao dunia pada awal tahun menurun hingga di bawah US$2 ribu/ton, sehingga memengaruhi penurunan nilai ekspor dibandingkan dengan volume ekspornya. Adapun pada akhir tahun lalu harga kakao dunia masih berada di atas US $2 ribu/ton.
Sindra menjelaskan industri olahan kakao memiliki potensi besar untuk terus tumbuh, di antaranya degan tercapainya target AIKI untuk meningkatkan utilitas industri sebesar 62,5% pada akhir tahun ini. Peningkatan utilitas tersebut menurutnya perlu disertai peningkatan serapan biji kakao lokal.
"Pasokan biji kakao lokal sangat kurang sehingga industri terpaksa harus impor. Kebutuhan industri sesuai kapasitas terpasang 800 ribu ton, sementara produksi kakaonya hanya 260 ribu ton," jelas Sindra kepada Bisnis, Rabu (12/12/2018).
Dia menjelaskan, AIKI mendorong pemerintah untuk kembali menganggarkan program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao agar produksi biji kakao bisa digenjot. Dengan itu, menurut Sindra industri dapat menekan impor biji kakao.
Berdasarkan data AIKI, impor biji kakao hingga September 2018 mencapai US$412,33 juta. Jumlahnya meningkat 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni senilai US$359,87 juta.
Sindra menilai Gernas memiliki urgensi untuk dianggarkan kembali mengingat perkebunan kakao hampir 99% merupakan perkebunan rakyat. AIKI meminta pemerintah menganggarkan program tersebut hingga 5 tahun ke depan untuk mendorong industri dan perekonomian masyarakat.
Dia pun menjelaskan program Gernas sejalan dengan target pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia. Menurutnya, hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo pada akhir 2014 di Mamuju.