Bisnis.com, JAKARTA - Sudah 32 tahun Afrizal menghabiskan waktunya di Kawasan Gedung Filateli, Jakarta Pusat. Merantau dari kampung halaman di tepi Danau Singkarak, Sumatra Barat, Uncu, sapaan akrabnya, hanya modal nekat untuk menetap di Jakarta.
Pergi dengan mengantongi uang ala kadarnya, pria bertubuh kurus itu menyusul sejumlah kerabatnya yang telah terlebih dahulu mencari nafkah di Kawasan Pasar Baru.
Dengan antusias, Uncu bercerita pertama kali bekerja sebagai pengumpul perangko bekas. Baru pada tahun 2006, dia mampu memiliki usaha sendiri yang menjual perangko, materai, sampul hari pertama, carik kenangan dan mini sheet. Tempatnya berjualan berada di lorong yang menghubungkan Gedung Filateli dan Kantor Pos Besar Pasar Baru.
Awalnya penjual perangko dan materai berjualan di pinggir jalan raya. Namun, pada tahun 2006, seluruh pedagang perangko harus dipindah ke lorong yang tepat berada di sebelah kiri Gedung Filateli. Penjual perangko dan materai yang berada di lorong itu tak lebih dari sepuluh orang. Sebagian, ada yang berada di lantai dua Gedung Filateli.
Saat era surat menyurat masih berjaya, Afrizal bercerita dagangannya sangat laku sehingga ia mampu menabung untuk membeli rumah di Kawasan Bojonggede, Jawa Barat. Saban hari pada tahun 1980-an, Afrizal lelah melayani pembeli atau sekadar berbincang melayani pertanyaan seputar filateli.
Roda memang berputar, surat menyurat sudah termakan zaman. Tokonya sepi. Kelelahan karena melayani pembeli atau sekadar berbincang tak lagi dirasa. Selain sepi pembeli, Afrizal dan pedagang perangko lainnya merasa sepi karena tak ada aktivitas yang berarti di dalam maupun di luar gedung rancangan arsitek John Van Hoytema itu.
Baca Juga
Pada April 2018, suasana berbeda terjadi di Gedung Filateli. PT Pos Properti Indonesia, anak usaha PT Pos Indonesia menjalin kerjasama dengan COCOWORK, perusahaan co-working space atau ruang kerja bersama. Lokasi ke 19 co-working space ini bertajuk COCOWORK @ Filateli dan merupakan lokasi kemitraan kedua antara dua belah pihak. Sebelumnya, telah diresmikan co-working space kerjasama pertama yaitu COCOWORK @ Pos Indonesia.
Rangkaian peresmian berlangsung selama tiga hari pada 6-8 April 2018 dengan mengambil tema RETRO/ SPEKTIF yang menampilkan ragam aktivitas seperti creative market, art market, art talks, pameran tunggal, workshop, hingga penampilan musisi lokal.
Tema ini segaris dengan semangat PT Pos Properti Indonesia dan COCOWORK untuk memberi banyak kesempatan untuk pekerja seni sekaligus mempromosikan gedung bersejarah yang didirikan pada tahun 1912-1929.
Vice President Optimalisasi Fasilitas Fisik PT Pos Properti Indonesia Sudarmawan Juwono berharap lobi utama gedung Filateli menjadi lokasi digelarnya sejumlah acara kesenian sekaligus menjadi ajang menyalurkan kreativitas anak bangsa.
Dari tahun ke tahun, gedung bersejarah itu sepi dan hanya sesekali menjadi lokasi pertemuan internal karyawan. Maka, kerjasama dengan COCOWORK, coworking space terbesar di Indonesia menjadi pilihan tepat untuk kembali menghidupkan gedung dengan gaya arsitektur Art Deco yang dipengaruhi oleh aliran Art & Craft pada detail interiornya tersebut.
Keinginan PT Pos Properti Indonesia menyulap lobi utama gedung filateli menjadi ‘art of public space’ disambut baik oleh COCOWORK. Lobi utama yang dimaksud Sudarmawan kini menjadi event space. Arsitektur gedung filateli yang artistik sangat tepat untuk menjadi lokasi pertunjukan seni. Salah satunya, gedung filateli menjadi lokasi digelarnya Open Mic Unmasked. Komunitas puisi.
Dengan menjadi ruang terbuka, tentu akan memberi banyak manfaat bagi siapapun, termasuk bagi Afrizal, pedagang perangko di lorong sebelah kiri gedung Filateli. Afrizal mengakui gedung Filateli yang kini menjadi ruang terbuka merubah hidupnya.
Meski tak bisa mengembalikan kejayaan surat menyurat, setidaknya Afrizal mendapatkan teman berinteraksi untuk bertukar cerita masa lalu tentang kejayaan surat menyurat atau sekadar berbagi cerita tentang perjuangan hidup di usianya yang telah menginjak 50 tahun.
Afrizal tak banyak berharap di usianya yang telah setengah abad. Dia paham era surat menyurat tak akan kembali. Kemajuan teknologi tak bisa dihindari. Harapan hanya ingin lebih banyak memiliki teman berinteraksi di gedung Filateli yang telah seperti rumah kedua baginya.