Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian menurunkan Tim Pusat di bawah pimpinan Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa guna memastikan penanganan dan pengendalian kasus penyakit rabies di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa berjalan optimal.
Fadjar menegaskan bahwa penanganan kasus dan pengendalian rabies harus komprehensif, terintegrasi, dan didukung oleh data-data yang akurat, sehingga perencanaan program vaksinasi dapat dilakukan dengan baik.
""Kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Dengan pendekatan One Health kita harapkan upaya pengendalian dan pemberantasan rabies pada hewan rentan seperti anjing, kucing, dan kera akan berjalan optimal. Kita berharap jumlah korban gigitan pada manusia mampu kita tekan," kata Fadjar seperti dikutip dari keterangan resmi, Minggu (9/9/2018).
Tiba di lokasi, Fadjar dan Tim (Direktorat Keswan dan Balai Besar Veteriner Denpasar) segera melakukan koordinasi lintas sektor untuk mengoptimalkan pengendalian rabies di Kabupaten Sikka-NTT, terutama dalam pelaksanaan program vaksinasi dan ketersediaan vaksin di wilayah tersebut.
Selain dari Tim Pusat, Rapat Koordinasi Lintas Sektor tersebut juga dihadiri anatara lain oleh Asisten 1 Kab Sikka, Kabid Keswan Dinas Peternakan Prov NTT, perwakilan dari Kemenkes, Kepala Dinas Pertanian Kab Sikka dan Dinas Kesehatan kabupaten Sikka. Pada kesempatan tersebut, Fadjar Sumping Tjatur Rasa menekankan bahwa dalam pengendalian rabies perlu kerjasama dari multi sektor.
"Kita hadir disini untuk memastikan pelaksanaan program vaksinasi berjalan lancar dan jumlahnya mencukupi," katanya menindaklanjuti isu yang beredar tentang adanya kekurangan vaksin.
Dia menjelaskan bahwa dalam pengendalian rabies yang perlu diperhatikan adalah kegiatan vaksinasi yang bisa mencegah anjing tertular rabies.
Menurut Fadjar ketersediaan vaksin harusnya cukup karena untuk 2018 Kementan melalui dana TP (Tugas Pembantuan) mengalokasikan 250.000 dosis ke provinsi. Jumlah tersebut diklaim mencukupi untuk vaksinasi dengan target minimal 70% di daerah tertular.
Fadjar juga menekankan tentang pentingnya menjaga rantai dingin vaksin untuk memastikan kualitas vaksin tetap terjaga. Selain itu, dia mengingatkan perlunya penandaan anjing-anjing yang sudah divaksin dengan kalung anjing (collar) yang bisa bertahan lama sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat karena tahu anjing-anjing disekelilingnya sudah divaksinasi.
Ditjen PKH juga mengerahkan 20 orang tenaga harian lepas (THL) dokter hewan sebanyak dan 40 orang paramedik veteriner untuk membantu pelaksanaan program pengendalian dan pembebasan rabies di NTT.
"Kami selalu berkomitmen untuk membantu Provinsi/Kabupaten/Kota dalam pengendalian rabies dengan tata laksana pengendalian rabies yang benar dan tepat. Kecukupan vaksin juga perlu didukung dengan operasional dan logistik serta peningkatan kemampuan tenaga vaksinator dan penangkap HPR [hewan penular rabies]. Hal ini yang akan diupayakan untuk ditingkatkan," paparnya
Lebih lanjut, peningkatan tersebut, katanya bisa dilakukan melalui pelatihan penangkap anjing agar bisa memudahkan pelaksanaan vaksinasi pada anjing-anjing yang tidak dikandangkan. Selain vaksinasi, pengawasan lalu lintas HPR pada daerah tertular untuk pencegahan penyebaran virus rabies ke wilayah lainnya sangat penting.
Ia menekankan bahwa perlu ada pencegahan terjadinya gigitan, dan apabila terjadi gigitan harus dipastikan tidak menularkan rabies.
"HPR yang menggigit jangan dibunuh dan jangan didekati tetapi diamati agar tidak kabur/hilang sambil segera dilaporkan ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) danatau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk penanganan lebih lanjut,” katanya.
Dia yakin bahwa jika semua strategi teknis pengendalian rabies dan protokol penangan kasus gigitan HPR dilaksanakan, maka kasus rabies dapat ditekan dan risiko terjadinya rabies pada manusia dapat diminimalisir.
Upaya yang telah dilakukan oleh Kementan dan Kemenkes saat ini adalah dengan membuat Pedoman Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT) yang melibatkan lintas OPD di daerah.
Lebih lanjut Fadjar menambahkan bahwa sangat penting dilakukan monitoring pasca vaksinasi oleh Laboratorium Kesehatan hewan untuk memastikan hasil vaksinasi, mengingat adanya variasi respon kekebalan pada anjing liar yang tidak semuanya memiliki kondisi kesehatan yang baik. Terkait ini, Fadjar memerintahkan langsung Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar yang hadir dalam pertemuan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Sementara itu, Pemda Kabupaten Sikka yang diwakili Asisten I, Contatinus Tupen mengatakan upaya yang sudah dilakukan baik pemerintah pusat maupun pemda sebenarnya sudah maksimal. Namun, wilayah yang begitu luas menyebabkan ada beberapa wilayah yang belum optimal pelaksanaannya. Saat ini, dia menyebutkan Pemda terus melakukan koordinasi dengan pusat untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian rabies dengan sebaik-baiknya.
Dalam kesempatan yang sama, Endang Burni dari Kementerian Kesehatan mengingatkan bahwa Sikka pernah berhasil menjadi percontohan pengendalian rabies berbasis masyarakat dan melibatkan tokoh agama. Endang berharap agar kegiatan tersebut diteruskan dan dioptimalkan. “Selain peran dari gereja dan pemuka agama, masih banyak sektor lain yang dapat dilibatkan untuk pengendalian rabies di Sikka, misalnya Dinas yang membidangi kominfo dan Dinas Pendidikan yang bisa membantu sosialisasi rabies untuk masyarakat dan anak-anak sekolah" pungkasnya.