Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat utang Fitch mengumumkan peringkat utang (rating) Indonesia tetap pada posisi BBB dengan outlook stable. Pemerintah menilai hal tersebut sebagai apresiasi atas segala upaya pemerintahbdalam menjaga stabilitas di tengah gejolak global.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan peringkat tersebut menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia masih baik. Selain itu, reformasi struktural dan fiskal yang dilakukan pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan lainnya juga dipandang terus memberikan hasil positif.
"Pengumuman ini juga menunjukan adanya kepercayaan yang cukup tinggi dari dunia internasional kepada perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global," paparnya dalam keterangan resmi, Senin (3/9/2018).
Menurut Menkeu, apresiasi dari lembaga internasional terkemuka, seperti lembaga rating, terhadap kinerja perekonomian Indonesia memiliki peran penting untuk mewujudkan APBN yang lebih sehat, adil, dan mandiri serta perannya kepada perbaikan perekonomian Indonesia secara umum.
Di sisi lain, pemerintah juga menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.
"Pemerintah telah dan akan terus melakukan langkah-langkah proaktif untuk mewujudkan hal tersebut, melalui pengelolaan APBN dan kebijakan fiskal yang kredibel dan efektif. Selanjutnya, peranan dari berbagai pihak dan masyarakat luas juga sangat penting dalam mewujudkan perekonomian yang lebih inklusif ke depan," lanjutnya.
Peringkat utang Indonesia telah masuk Fitch dalam kategori investment grade sejak 2011 dan meningkat ke peringkat BBB pada Desember 2017.
Dalam laporannya kali ini, Fitch menyatakan tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang baik merupakan faktor positif bagi peringkat utang Indonesia.
Fitch juga menggarisbawahi beberapa upaya pemerintah dan otoritas dalam menjaga stabilitas di tengah tekanan yang dihadapi negara-negara berkembang, seperti kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga, mengendalikan arus modal keluar, dan menjaga inflasi tetap berada di level yang rendah.
Lebih lanjut, Fitch melihat kondisi keuangan eksternal Indonesia lebih kuat dibanding periode Taper Tantrum pada 2013 yang merupakan hasil dari disiplin kebijakan fiskal dan langkah makroprudensial yang meredam kenaikan tajam utang luar negeri swasta.
Kesepakatan bilateral swap dengan Australia, Jepang dan Korea Selatan juga dinilai turut menjaga stabilitas ekonomi. Plus, Indonesia tetap berpartisipasi dalam Chiang Mai Initiative (CMI).
CMI adalah kesepakatan currency swap multilateral antara sepuluh negara Asean dan China, Jepang, dan Korsel, yang berlaku sejak 2010.
Pada sisi pengelolaan fiskal, Fitch memandang konsolidasi fiskal dapat memperbaiki posisi utang publik Indonesia yang saat ini sudah cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata negara peers.
"Terlebih, risiko sektor perbankan juga masih terbatas didukung antara lain rasio kecukupan modal yang tetap kuat," jelas Sri Mulyani.
Fitch menilai pertumbuhan PDB Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara peers. Lembaga tersebut memperkirakan PDB Indonesia meningkat sebesar 5,2% pada 2019 dan 5,3% pada 2020 yang didukung oleh peningkatan belanja infrastruktur publik.
Di sisi lain, Fitch melihat adanya risiko yang dapat timbul dari peningkatan ketegangan perdagangan internasional bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Dampak yang mungkin ditimbulkan antara lain sentimen negatif dan penurunan harga komoditas.
Fitch juga melihat adanya ruang perbaikan bagi Indonesia ke depan seperti pada peningkatan tingkat penerimaan negara, peningkatan pendapatan per kapita, serta perbaikan tata kelola. Perbaikan tersebut dapat didorong melalui upaya reformasi berkelanjutan.
Terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat mendorong peningkatan peringkat utang Indonesia ke depan yakni penguatan keuangan eksternal, perluasan basis ekspor manufaktur, dan turunnya ketergantungan terhadap arus modal portofolio.
Di sisi fiskal, perbaikan terus menerus terhadap rasio penerimaan negara juga dapat menjadi faktor pendorong kenaikan peringkat utang, serta terus membaiknya standar tata kelola.