Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terus menyisir data wajib pajak (WP), tak hanya peserta yang tak ikut tax amnesy, data yang notabene peserta tax amnesty pun menjadi sasaran. Langkah otoritas pajak ini merupakan konsekuensi pascaimplementasi pengampunan pajak.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 14/PJ/2018 tentang Pengawasan WP Pasca Periode Pengampunan Pajak, Dirjen Pajak meminta jajarannya untuk memperketat monitoring terhadap pelaksanaan pengawasan WP. Dia ingin proses pengawasan yang dilakukan baik terhadap WP peserta tax amnesty maupun yang tidak tetap bisa dipertanggungjawabkan.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, mengatakan bahwa proses pengawasan tidak membedakan antara WP yang mengikuti pengampunan pajak maupun yang tidak. Bahkan, sesuai dengan UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak, Ditjen Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan.
"Kewenangan pemeriksaan ada di UU. [Dalam hal SE], prioritas utama tetap WP yang tidak mengikuti pengampunan pajak," kata Yoga kepada Bisnis, Minggu (29/7/2018).
Sementara itu, untuk WP peserta TA, otoritas pajak akan mengawasi kepatuhan WP setelah tahun pajak 2015. Artinya, lanjut Yoga, dari profil yang harta yang dideklarasikan melalui TA, otoritas pajak ingin memastikan bahwa WP membayar pajak lebih baik terutama untuk tahun pajak 2016 ke depannya.
Dalam konteks edaran tersebut, pengawasan terhadap WP peserta pengampunan pajak dilakukan terkait pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa tahun pajak terakhir dan jika ditemukan keseuaian data atau informasi mengenai harta yang dilaporkan dalam surat pernyataan atau ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dari laporan wajib pajak
Untuk mengantisipasi potensi pelanggaran, pelaksanaan pengawasan terhadap wajib pajak (WP) pascaimplementasi pengampunan pajak atau tax amnesty akan direview secara berjenjang dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) hingga tingkat Kantor Wilayah (Kanwil).
Kewenangan review dan monitoring akan dijalankan oleh Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak (PKP) Ditjen Pajak jika ditemukan data yang belum ditindaklanjuti atau ditindaklanjuti dengan diarsipkan. Setelah dilakukan monitoring, Direktur PKP kemudian mengirimkan surat klarifikasi kepada Kepala Kanwil atas keberadaan data-data tersebut.
Yoga menyebut, konfirmasi yang dilakukan kepada tingkat Kanwil, KPP, hingga account representative (AR) sebenarnya dilakukan dalam konteks akuntabilitas yakni memastikan bahwa data-data eksternal yang disampaikan KPP bisa dipertanggungjawabkan pemanfaatannya.
"Bagi peserta TA data harta eksternal yang kami peroleh tidak menjadi prioritas pengawasan dan pemeriksaan, dalam konteks penerapan PP 36/2017," ujarnya.
Sekadar gambaran, tax amnesty sudah berlalu, tetapi Ditjen Pajak masih memiliki pekerjaaan untuk mengimplementasikan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak. Pasal itu menjelaskan, bahwa saat otoritas pajak menemukan harta yang diungkapkan dalam surat pernyataan, atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh 200%.