Bisnis.com, MEDAN - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) membantah tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal tindakan kartel yang membuat harga telur ayam terus meningkat.
Sekretaris Jenderal Pinsar Indonesia Leopold Halim membantah adanya komunikasi kepada asosiasi untuk mengatur pembentukan harga.
“Kalau Pinsar mana bisa dibilang kartel harga. Wong kami tidak jualan, kami asosiasi nonrprofit, jadi mana bisa mengatur atau membentuk harga. Kami hanya menginformasikan harga yang sudah terjadi pada hari kemarinnya kepada kepada semua anggota kami,” katanya kepada Bisnis, Jumat (27/7/2018).
Athung, begitu dia biasa disapa, menuturkan pihaknya juga tidak pernah menggelar pertemuan dengan anggotanya untuk mengatur harga.
Ketika ditanya terkait jumlah pengusaha yang menjadi anggota Pinsar Indonesia, Athung mengaku tidak mengetahui.
Dia berdalih asosiasi tidak pernah memiliki database anggota yang tetap dan tidak pernah mengeluarkan kartu keanggotaan. Namun dia mengakui daerah operasional Pinsar mencakup belasan provinsi di seluruh Indonesia.
Baca Juga
“Kami hanya sebagai wadah dan menjembatani ke pemerintah atau melakukan edukasi ke peternak-peternak. Pinsar itu sifatnya menampung masukan dari peternak di daerah, mereka kirim pesan Whatsapp ke sekretaris Pinsar melaporkan harga di daerahnya lalu kami kasih tahu ke anggota,” katanya.
Sebelumnya, KPPU Perwakilan Medan menyatakan telah menemukan indikasi praktik kartel dalam penentuan harga telur dan daging ayam.
Kepala Kantor KPPU Medan Ramli Simanjuntak menyatakan indikasi tersebut terungkap dari hasil pemantauan lapangan yang dilakukan ke beberapa pelaku usaha peternakan ayam petelur.
Itu sebabnya, KPPU Medan mengumpulkan sejumlah pengusaha pakan dan telur di Sumut serta perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan Bank Indonesia untuk melakukan focus group discussion pada Jumat (27/7/2018).
KPPU mendapatkan informasi terkait perkumpulan pengusaha ternak dan pakan yang rutin melakukan pertemuan untuk membahas soal harga.
“Ketika kami lakukan penelitian ke lapangan dan berkunjung ke peternak telur ayam, mereka bilang ada asosiasi dan itu sering ngumpul, bahwa mereka yang mengatur soal harganya, itu yang sedang kami cari tahu,” katanya usai pertemuan.
Dalam paparannya saat FGD, Ramli menyatakan indikasi tindakan kartel diduga dilakukan di tingkat asosiasi peternak dan perusahaan pakan.
Dugaan tersebut mengerucut pada tiga asosiasi besar, yakni integrator Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) untuk dugaan kawin pakan (DOC dan pakan), dugaan pembentukan harga PS (parent stock) dan dugaan pembentukan harga DOC (day old chick) atau bibit ayam.
Selain itu, ada juga indikasi kartel pakan yang diduga dilakukan oleh Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) dan dugaan kartel livebird oleh Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia).
“Asosiasi tidak menguasai pasar mayoritas, tapi perilakunya. Indikasi asosiasi itu berperilaku kartel adalah dia mengumpulkan para anggotanya, saling berkoordinasi mau menaikkan harga atau pasokan atau koordinasi untuk bagi-bagi pasar supaya tidak saling ‘membunuh’. Kalau perilaku seperti demikian, itu masuk kategori kartel,” katanya.