Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Lebaran, BPOM Lakukan Pengawasan Intensif di Ritel Modern

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan jelang dan selama Ramadan 2018 untuk mencegah peredaran obat dan makanan ilegal, rusak dan kedaluwarsa di masyarakat.
Petugas BPOM memeriksa makanan di salah satu supermarket, di Padang, Sumatra Barat, Minggu (18/6). Razia makanan ini untuk mengantisipasi beredarnya produk mi instan asal Korea yang mengandung bahan minyak babi./Antara-Muhammad Arif Pribadi
Petugas BPOM memeriksa makanan di salah satu supermarket, di Padang, Sumatra Barat, Minggu (18/6). Razia makanan ini untuk mengantisipasi beredarnya produk mi instan asal Korea yang mengandung bahan minyak babi./Antara-Muhammad Arif Pribadi
Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan  jelang dan selama Ramadan 2018 untuk mencegah  peredaran obat dan makanan ilegal, rusak dan kedaluwarsa di masyarakat.
 
Penny K. Lukito, Kepala BPOM, mengatakan menjelang hari raya biasanya selalu ada permasalahan terkait makanan karena permintaan relatif tinggi sehingga seringkali dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab.
 
"Untuk itu BPOM melakukan intensifikasi pengawasan yang dilakukan dua minggu sebelum Ramadan hingga satu minggu setelah Idulfitri," ujar Penny ketika melakukan peninjauan ke salah satu gerai ritel modern di Jakarta Selatan, Selasa (5/6).
 
Data BPOM hingga 30 Mei 2018, menemukan produk pangan olahan tidak memenuhi ketentuan (TMK) sebanyak 5.272 item dengan 1.405.030 kemasan dari 932 sarana ritel dan 84 gudang importir atau distributor di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut tidak memiliki nomor izin edar (TIE) atau ilegal, kemasan rusak dan atau kedaluwarsa.
 
Adapun temuan produk pangan olahan ilegal, rusak dan kedaluwarsa ini tersebar di seluruh Indonesia. Untuk pangan kedaluwarsa misalnya banyak ditemukan di Yogyakarta, Samarinda, Manokwari, Padang, dan Mamuju.
 
Sementara untuk pangan olahan ilegal banyak ditemukan di Ambon, Makassar Surabaya, Semarang, Batam dan Medan. Kemudian, pangan olahan tidak banyak ditemukan di Yogyakarta, Bandung, Makassar, Serang dan Mamuju.
 
Penny menambahkan pihaknya juga meminta para pelaku usaha untuk mematuhi aturan dan melakukan pengawasan internal terkait kualitas produknya.
 
Selain itu, dia juga menghimbau agar masyarakat sebagai konsumen memiliki kesadaran dan kewaspadaan untuk memilih produk yang aman.
 
Hal tersebut, katanya, dapat dilakukan dengan cek kemasan, cek label, cek izin edar, dan cek kedaluwarsa setiap akan membeli atau mengonsumsi produk pangan olahan dalam kemasan.
 
"Jika ditemukan di ritel akan ada penarikan ya. Harus hati-hati jika tidak beli di ritel besar. BPOM tetap melakukan pengawasan," katanya.
 
Suratmono, Deputi 3 Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, mengatakan terkait intensifikasi pengawasan Ramadan, data terbaru per Selasa (5/6), terdapat sekitar temuan 28 miliar produk makanan dan minuman yang berisiko seperti kedaluwarsa.  Adapun mayoritas ada di gudang sedangkan persentase di ritel modern sudah berkurang drastis.
 
"Banyak di gudang, importir. Di ritel ada tapi sedikit, ribuan. Jika tidak dijual di ritel resmi bisa di black market, parsel sedikit makanan minuman sudah barang pecah belah," katanya.
 
Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan pihaknya selalu mendorong anggota untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. 
 
"Memang temuan tadi menurut laporan banyak dari yang impor. Itu bukan anggota GAPMMI, memang impor ini banyak memanfaatkan potensi pasar di Indonesia dengan menjual produk murah yang kedaluwarsa pendek," jelasnya. 
 
Untuk itu katanya, Gapmmi juga mendorong agar konsumen cerdas dan tidak mudah tergiur harga murah. 
 
Pada Ramadan dan jelang Idulfitri, Gapmmi mencatat beberapa produk yang konsumsinya meningkat yaitu produk makanan dan minuman manis seperti sirup, dan lainnya. 
 
"Perkiraan saya meningkat 20%-30% dari rata-rata bulanan dan lebih bagus dari tahun lalu yang hanya 5%-10%," jelasnya. 
 
Sementara itu, Roy Nicholas Mandey Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan pihaknyatetap berupaya mengontrol dengan ketata dari semua anggota Aprindo semua produk makanan dan minuman yang diperjualbelikan. 
 
"Ada peningkatan QC [quality control] setiap peritel dan masing-masing peritel anggota Aprindo sudah memastikan dengan baik DNA berusaha menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok," jelasnya. 
 
Dia mengatakan produk-produk yang pengawasannya ditingkatkan seperti produk makanan dan minuman yang memiliki waktu kedaluwarsa pendek. 
 
"Jelang hari raya kami sudah ada kategori produk-produk yang fast moving dan yang slow moving. Untuk yang fast moving lebih ketat lagi pengawasannya, ada model yang sudah dimiliki dan dilakukan jelang hari raya," jelasnya. 
 
Jika ada temuan produk makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan, peritel akan mengembalikan produk ke manufaktur untuk diganti dengan yang baru. 
 
Menyusul waktu Idulfitri yang semakin dekat dan telah dikucurkannya Tunjangan Hari Raya (THR), Aprindo optimistis konsumsi atau belanja masyarakat untuk kebutuhan pangan juga akan terkerek. 
 
"Masyarakat itu belanja 2-3 hari setelah THR, sekarang sedang puncak-puncaknya dan kami cukup yakin tahun ini lebih baik dari tahun lalu, karena ada THR pensiunan dan PNS.  Minimal kenaikan 15%-20%, sudah terlihat peningkatan konsumsinya," jelasnya. 
 
 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Agne Yasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper