Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

20 TAHUN REFORMASI EKONOMI: Penerimaan Pajak Masih Jadi Tantangan Besar

Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan untuk meningkatkan rasio pajak merupakan pekerjaan terbesar bagi Direktorat Jenderal Pajak. Di satu sisi, semakin besarnya kontribusi pajak di APBN menjadi salah satu keberhasilan selama 20 tahun tumbangnya Soeharto.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan paparan didampingi Dirjen Pajak Robert Pakpahan saat konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) triwulan pertama 2018, di Jakarta, Senin (16/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan paparan didampingi Dirjen Pajak Robert Pakpahan saat konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) triwulan pertama 2018, di Jakarta, Senin (16/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan untuk meningkatkan rasio pajak merupakan pekerjaan terbesar bagi Direktorat Jenderal Pajak. Di satu sisi, semakin besarnya kontribusi pajak di APBN menjadi salah satu keberhasilan selama 20 tahun tumbangnya Soeharto.

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak, mengakui bahwa rasio pajak masih menjadi pekerjaan rumah bagi otoritas pajak. Selain rendah, dalam beberapa tahun terakhir trennya juga terus menurun.

Rasio pajak yang jika dihitung dari penerimaan Ditjen Pajak mencakup pajak nonmigas dan PPh migas hanya 8,4%. Selain itu, elastisitas antara pertumbuhan pajak dan pertumbuhan ekonomi (tax buoyancy) hanya berada di sekitar angka 0,8%. Artinya setiap 1% pertumbuhan ekonomi belum bisa mendorong pertumbuhan penerimaan pajak.

Padahal, menurut Yoga, idealnya tax ratio berada pada angka 16%. Angka 16% ini merupakan prasyarat pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju high middle income country.

"Ini merupakan pekerjaan rumah besar yang akan diatasi dengan menjalankan tax reform," kata Yoga, Minggu (20/5/2018).

Adapun tahun ini pemerintah menargetkan tax ratio pada angka 11,6% dari PDB. Namun demikian, dalam postur fiskal makro jangka menengah 2018-2022, otoritas fiskal menargetkan tax ratio bisa pada kisaran 11,8%-13,6%. Dengan catatan, tax ratio yang dimaksud adalah gabungan penerimaan perpajakan, PNBP migas, dan PNBP pertambangan umum.

Perbaikan tren tax ratio diharapkan mulai tahun ini yang diperkirakan meningkat menjadi 11,6% atau 0,9% lebih tinggi dibandingkan dengan 2017.

Optimisme peningkatan tax ratio ini seiring dengan momentum perbaikan kinerja perekonomian domestik dan stabilnya harga komoditas global. Selain itu optimalisasi penerimaan perpajakan juga dilakukan.

Beberapa fokus program yang akan menjadi fokus pemerintah terkait peningkatan tax ratio yakni peningkatan fungsi pelayanan, efektivitas pengawasan salah satunya melalui automatic exchange of information, efektivitas fungsi ekstensifikasi misalnya pendekatan ke sektor informal, law enforcement, refomasi perpajakan secara komprehensif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper