Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat Benang Filamen Indonesia (APSYFI) meminta kejelasan kepada pemerintah mengenai kebijakan pembatasan transportasi barang dan logistik yang berlaku selama libur Idulfitri.
Executive Member Asosiasi Produsen Serat Benang Filamen Indonesia (APSYFI) Prama Yudha Amdan mengatakan libur berkepanjangan yang diikuti dengan pembatasan operasional transportasi darat akan membahayakan operasi produksi industri Tekstil dan Industri Tekstil (TPT). Pasalnya, operasi produksi perusahaan yang tergabung dalam asosiasi berjalan selama 24 jam setiap harinya dengan pasokan bahan baku terus menerus.
“Kalau yang dibuka hanya pelabuhan, tapi transportasi darat dibatasi ya sama saja. Karena kalau bahan baku datang tidak bisa diangkut ke pabrik dan produksi pabrik tidak bisa diangkut ke pelabuhan karena jalan ditutup tidak ada artinya,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (10/5/2018).
Pihaknya mengaku telah melayangkan surat usulan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar industri serat dan benang diberikan izin transportasi terbatas khusus bahan baku dengan penutupan tidak lebih dari 36 jam. Namun, sejauh ini belum ada respons dari Kemenhub.
Menurut Yudha, pelarangan transportasi lebih dari dua hari untuk baku utama industri hulu TPT (polyester dan rayon) mengakibatkan proses produksi harus dihentikan selama satu bulan. Sifat operasi 24 jam memerlukan proses pembersihan, perawatan, setting mesin jika pabrik terhenti tanpa bahan baku.
Kondisi ini berimbas pada kelangkaan bahan baku utama di industri TPT selama satu bulan setelah liburan. Sementara itu, sistem pergudangan hanya mampu menampung bahan baku untuk stok 3-4 hari.
“Kalau tidak ada bahan baku tentu tidak bisa berproduksi dan tidak bisa ekspor. Total ekspor tekstil rata-rata US$1 miliar per bulan. Jadi kalau setengah bulan hilang, ruginya kurang lebih segitu,” ungkapnya.