Bisnis.com, JAKARTA – Konsultan bisnis properti, Jones Lang LaSalle atau JLL Indonesia mencermati peluang co-living di Jakarta pada tahun ini cukup bagus dibuka pada ruang-ruang apartemen di Jakarta.
Vivin Hartanto, Head of Advisory JLL Indonesia mengatakan perusahaan mencermati adanya peluang co-living secara bertahap menjadi pilihan komplementar bagi pemburu hunian di Jakarta. Vivin berpendapat, co-living adalah konsep hunian dalam satu lantai dengan beberapa unit sejenis apartemen. Dalam ruangan tersebut ada dapur yang bisa digunakan bersama oleh para penghuni.
“Kayak kos-kosan, dan lebih fresh ke milenial. Kalau ada studio, ada unit kulkas, kitchen, dan ada tempat tidur atau lemari, ada bank bed juga kalau mau di-share,” ungkap Vivin pekan lalu.
Dia menjelaskan konsep co-living berbeda dari konsep Small Office Home Office (SOHO) karena ini bukan rumah dan kantor seperti SOHO. Sebaliknya, konsep ,ini sejenis apartemen yang bisa di-share dengan banyak orang guna memudahkan pembiayaan.
“Saat ini belum marak, maka kami mencermati dengan kehadiran co-working ini akan bergerak ke arah sana. Kita sudah cermati sejak setahun lalu dan ini yang kita cermati sekarang,” terang Vivin.
Dia berpendapat, co-living ini bisa berkembang dengan cepat di negara maju dan kota-kota besar dengan harga tanah yang sangat mahal. Sebagai contoh, di Hong Kong, New York, generasi milenial mulai hidup di co-living. “Milenial itu kan sukanya collaborative.”
Baca Juga
Sebelumnya, Vice President Coldwell Banker Commercial Advisory Group Dani Indra Bharata mengatakan konsep hunian co-living memiliki kisaran harga sewa yang berbeda dibandingkan dengan hunian indekos pada umumnya. Dia menyebut, hal ini lantaran pembangunan co-living terinsipirasi dari pertumbuhan co-working space.
Dia menyebut co-living memiliki kemiripan dengan hunian kos yang marak di Jabodetabek. Namun, desain yang dihadirkan dalam co-living mengadopsi desain co-working space, yaitu para pekerja tinggal dan bekerja di tempat yang sama.
“Bahkan ada pembatasan siapa yang bisa tinggal di sana. Jadi misalnya ini dikategorikan sesuai usia, kesamaan minat atau ketertarikan pada suatu bidang tertentu. Bahkan ada yang spesifik menyasar founder start-up, pelaku high-tech, dan hal-hal seperti itu,” kata Dani.
Dani menjelaskan melalui konsep hidup di pusat perkotaan, yang mana angka permintaan dari milenial semakin meningkat. Dani menambahkan, sejumlah prasyarat wajib bagi milenial dalam mencari hunian adalah status hunian yang multifungsi dan memudahkan mereka dalam berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Di Jakarta sendiri, menurut Dani, co-living merupakan salah satu konsep baru. Prototipe co-living yang ada di Jakarta mayoritas berlokasi di apartemen-apartemen yang alih fungsi. Dia memprediksikan pertumbuhan co-living pun belum tentu melampaui pertumbuhan coworking space.
“Membangun apartemen co-living dengan konsep semua fasilitas lengkap, ada working space, yang bareng-bareng, itu tidak mudah. Itu harus dibangun berbeda, dengan luas ruangan dibawah 100 meter,” ungkap Dani.
Dia memandang, memang modal membangun co-living akan lebih murah jika memanfaatkan apartemen eksisting, dan menyulapnya dengan memakai konsep co-living. Oleh sebab itu, kata Dani, harga sewa co-living sangat ekslusif, berbeda dari hunian lain.