Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah masih berkukuh untuk menggunakan asumsi harga minyak sesuai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2018 yakni US$48 per barel, sedangkan rata-rata harga minyak dunia berada dikisaran US$65 per barel.
Adapun, selisih antara asumsi harga minyak di APBN dan dunia disebut tidak akan mempengaruhi ke beban subsidi bahan bakar minyak yang bersifat tetap atau fix.
Wakil Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum ada diskusi lebih lanjut untuk membahas revisi asumsi harga minyak di APBN 2018 yang dipatok US$48 per barel.
“Sampai hari ini [Jumat 6/4] belum ada obrolan ke arah sana,” ujarnya pada Jumat (6/4).
Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto pun mengatakan, untuk mengubah asumsi harga minyak di APBN berarti membutuhkan waktu untuk membuat revisinya ke dalam APBN-P. Selisih antara asumsi harga minyak APBN 2018 dengan posisi harga minyak dunia saat ini pun tidak bakal membuat subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan.
“Kan, skema subsidi BBM untuk Solar sudah ditetapkan fix [tetap], jadi harga minyak dunia naik seperti apapun, tingkat subsidinya juga sama,” ujarnya.
Sampai Maret 2018, Indonesia Crude Price (ICP) berada pada level US$61,87 per barel. Posisi harga itu kembali naik 0,42% dibandingkan dengan ICP Februari 2018.
Di sisi lain, laporan Kementerian ESDM menunjukkan, Harga minyak Brent mencatatkan kenaikan sebesar 1,08% menjadi US$65,9 per barel, sedangkan harga minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) naik 1,5% menjadi U$66,72 per barel.
Lalu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di Nymex mencatatkan kenaikan sebesar 0,94% menjadi US$62,77 per barel. Harga minyak Basket OPEC sampai 28 Maret naik 0,26% menjadi US$63,65 per barel.
Sementara itu, kenaikan harga minyak dunia membuat harga BBM nonsubsidi dan penugasan terus merangkak naik, sedangkan harga Premium dan Solar tetap bertahan diharga Rp6.450 per liter dan Rp5.150 per liter.
Hal itu membuat selisih harga dengan BBM umum semakin tinggi sehingga tingkat permintaan Premium dan Solar berpotensi merangkak naik. Kondisi itu pun membuat peminat Premium di Jawa yang tergolong BBM umum atau nonpenugasan disebut mulai naik sehingga ada kesan BBM Ron88 itu mulai langka.
Arcandra enggan berkomentar lebih detail terkait persoalan kenaikan permintaan Premium tersebut. Terutama, terkait status Premium sebagai BBM umum sehingga PT Pertamina (Persero) tidak diwajibkan dalam penugasan penyaluran bensin beroktan 88 itu di Jawa, Madura, dan Bali.
“Intinya, kami [Kementerian ESDM] akan mengikuti instruksi Presiden yakni, ketersediaan Premium tetap dijaga,” ujarnya.