Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Kakao Minta Pemerintah Turun Tangan Pastikan Pasokan Bahan Baku

Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) meminta pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri ketika petani domestik belum dapat berproduksi secara optimal.
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) meminta pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri ketika petani domestik belum dapat berproduksi secara optimal. 

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), mengatakan hingga saat ini tantangan yang dihadapi produsen masih sama, yaitu masalah pasokan bahan baku. Pada tahun lalu, produksi biji kakao nasional hanya 260.000 ton, sedangkan kebutuhan mencapai 800.000 ton.

"Pemerintah perlu segera menggenjot produksi biji kakao demi memenuhi kebutuhan industri dan pada akhirnya mengurangi impor yang semakin membesar setiap tahun," ujarnya Senin (2/4/2018).

Sindra menyebutkan sepanjang tahun lalu, impor kakao mencapai 226.000 ton. Di sisi lain, produksi kakao Indonesia dalam 10 tahun terakhir terus menurun dari 600.000 ton menjadi 300.000 ton per tahun.

Kendati asosiasi menginginkan penurunan impor dapat diimbangi dengan peningkatan produksi kakao dalam negeri, pemerintah juga diharapkan dapat memperlancar impor biji kakao ketika industri membutuhkan dan belum bisa dipenuhi oleh petani lokal. Saat ini, industri harus membayar bea masuk sebesar 5%, PPN 10%, dan PPh impor sebesar 2,5% atau 17,5% secara total. 

Menurutnya, hal ini sangat memberatkan produsen dan membuat produk olahan kakao dalam negeri sulit bersaing karena di sisi lain, kakao olahan impor yang berasal dari negara Asia Tenggara dikenai tarif bea masuknya sebesar 0%.

"Akibatnya, impor kakao olahan terutama cocoa powder terus meningkat setiap tahun. Impor cocoa powder pada tahun lalu mencapai 18.000 ton, padahal pada 2011 hanya 9.500 ton," ujarnya. 

Terkait dengan peningkatan produksi biji kakao, sebelumnya Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Muzdalifah mengatakan dengan luas lahan perkebunan kakao sebesar 1,7 hektare seharusnya mampu menghasilkan 1,7 juta ton biji kakao.

Namun, biji kakao yang dihasilkan saat ini di bawah jumlah tersebut karena dua permasalahan utama, yaitu pohon yang sudah tua dan pemeliharaan yang tidak intensif dari petani. 

"Kami akan kembali mulai lakukan program edukasi pada petani di seluruh wilayah dengan kurikulum yang baru dirilis CSP [Cocoa Sustainability Partnership]," katanya.

Dia mengatakan dengan program ini, produksi kakao bisa naik dua kali lipat dalam 5 tahun—10 tahun mendatang. Pada 2017 lalu gerakan nasional atau gernas tanam ulang kakao hanya menjangkau 26% dari keseluruhan tanaman kakao yang ada. Pemerintah pun berharap tanaman yang tidak terjangkau dapat mengikuti langkah gernas yang sudah dicontohkan. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper