Bisnis.com, JAKARTA— Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh) Baluki Ahmad menilai penerbitan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah di mana salah satunya menetapkan harga referensi tidak akan mengganggu prospek bisnis umrah di tanah air.
“Tidak ada pengaruhnya, market ini sudah terbentuk di harga referensi. Yang persoalan itu kan untuk kelompok yang ada di segmen bawah saja, sedangkan sekarang rata-rata paket umrah sekarang sudah di atas Rp20 juta,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (28/3/2014)
Dia menilai, harga referensi sebesar Rp20 juta merupakan acuan untuk mendapatkan Standar Pelayanan Minimum (SPM), dengan akomodasi hotel setara bintang tiga. Namun untuk paket umrah yang menawarkan kenyamanan fasilitas bintang lima, dia menyebut harga paket umrahnya dapat mencapai Rp30 juta.
Meskipun sepenuhnya mengandalkan modal calon jemaah, dia menegaskan, bisnis umrah merupakan bisnis risiko tinggi. Pasalnya, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) bertanggung jawab penuh atas keselamatan calon jemaah yang menempuh perjalanan jarak jauh.
Dia mengilustrasikan, untuk setiap paket seharga Rp20 juta, rata-rata keuntungan bersih yang diraih hanya mencapai USD 50, atau sekitar Rp687.000. Hal ini karena pihaknya disiplin memberikan masa tunggu relatif singkat kepada para calon jemaah, maksimal satu bulan setelah pelunasan.
“Nilai modal yang harus disetorkan lebih dari Rp20 juta, marginnya hanya USD 50 padahal perjalannya panjang, risikonya tinggi. Kalau di satu negara ada kejadian sakit, kita yang hrus menunggu. Biaya tidak terduganya tinggi,” jelasnya.
Dalam setiap bulannya, jumlah jemaah yang diberangkatkan pun berkisar 10 hingga 20 orang. Dia mengaku kerap melakukan pemberangkatan calon jemaah bersama dengan PPIU lainnya yang tergabung dalam organisasi Himpuh guna memudahkan mobilisasi dan memperkecil risiko.
Lebih lanjut, dia pun menegaskan tidak mengenal istilah umrah mandiri atau umrah backpacker. Pasalnya, aturan dari Kerajaan Arab Saudi mewajibkan visa umrah hanya diberikan melalui biro umrah. Selain itu, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan jemaah ketika di Tanah Suci. Meski demikian, dia tak memungkiri terdapat oknum PPIU yang memperjualbelikan visa umrah bersama dengan tiket pesawat.
“Itu pelanggaran karena orang berangkat umrah itu harus dijamin akomodasinya. Prinsipnya tidak ada backpacker umrah. Berarti biro perjalanan resminya yang memberikan visa itu yang salah,” ujarnya.
Dia pun tidak merekomendasikan umrah mandiri kepada calon jemaah. Hal ini lantaran meskipun hal tersebut dapat menekan biaya operasional, namun prosedur yang illegal tersebut memiliki risiko tinggi dan tidak ada penanggung jawab keselamatan bila terjadi pemeriksaan oleh pihak Arab Saudi.