Bisnis.com, JAKARTA -- Polemik Badan Usaha Khusus dalam revisi UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi masih belum menemui titik terang. Kehadiran rencana pembentukkan induk usaha (holding) BUMN Migas membuat ada pilihan menjadi PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha khusus.
Perkembangan revisi UU Migas masih menunggu hasil dari Badan Legislasi yang belum ada perkembangan. Padahal, Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII sudah berupaya lebih cepat dengan menyerahkan draf pada Mei 2017.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W. Yudha mengatakan, Badan Legislasi (Baleg) tidak bekerja sesuai dengan tugasnya, yakni melakukan sinkronisasi terhadap undang-undang yang diajukan. Malah Baleg memanggil Indonesia Petroleum Association (IPA) dan akademisi untuk membahas undang-undang tersebut.
"Aksi itu sudah seperti tugas kami [Komisi VII]. Padahal, mereka kan bertugas melakukan sinkronisasi undang-undang yang diajukan sehingga prosesnya menjadi berlarut-larut seperti ini," ujarnya pada Rabu (28/2).
Walaupun begitu, Komisi VII DPR akan bertemu dengan Baleg secepatnya. Ada beberapa persoalan yang dibahas dari draft revisi undang-undang itu seperti, permasalahan badan usaha khusus (BUK) yang dinilai berpotensi bertabrakan dengan Komisi VI yang mengurusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Satya mengatakan, pihaknya pun berupaya mencari titik temu karena pembentukkan BUK itu sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK).
"Amanat MK itu mencatat perlu terintegrasinya hulu dan hilir migas," ujarnya.
BUK pun muncul dalam revisi Undang-undang Migas karena dinilai bisa meningkatkan efisiensi. Hal itu pun membuat harga produk akhir yang dijual kepada masyarakat bisa lebih murah sehingga tidak ada yang dirugikan.
Lalu, holding BUMN Migas pun muncul dan tengah proses menunggu tanda tangan presiden. Kehadiran rencana pembentukan BUMN Migas itu pun memunculkan solusi BUK dalam UU migas.
Satya mengatakan, ada opsi BUK diselaraskan dengan holding BUMN Migas. Namun, hal itu bisa bertolak belakang dengan kementerian BUMN. Pasalnya, BUK itu bersifat nonprofit, sedangkan BUMN harus mendapatkan keuntungan.
"Ini yang harus terus dipikirkan dan dikaji ulang," ujarnya.
Dia pun menjabarkan, proses RUU Migas setelah dari Baleg akan dibawa ke Badan Musyawarah. Setelah itu akan dibawa ke Paripurna. Namun, sebelum itu dibahas juga pada fase Badan Musyawarah terkait undang-undang ini memiliki keterkaitan dengan komisi lainnya atau tidak.
"Kalau saling berkaitan dengan komisi lainnya berarti harus dibentuk Pansus, tetapi kalau cuma komisi VII ya tinggal bentuk Panja. Saya tidak berani menargetkan untuk saat ini, bila sudah masuk sidang Paripurna baru ada kepastian karena tinggal menghadapi paling banyak dua masa sidang saja," ujarnya.