Bisnis.com, JAKARTA -- Masih terjaganya daya beli kelas menengah menjadi penopang untuk tidak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan daya beli kelas menengah sangat penting dalam struktur ekonomi, dan goyangnya daya beli kelas itu dapat memicu krisis.
"Kata kunci perekonomian adalah kelas menengah, di mana pun itu, dan itu berlaku umum. Ketika kelas menengah sudah kena maka berbagai macam permasalah [ekonomi terjadi], bahkan eskalasinya bisa keluar dari konteks ekonomi," katanya di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Adapun jika melihat konsumi rumah tangga nasional, diakuinya memang tidak pernah tumbuh secara signifikan dan selalu bergerak di kisaran 5%.
"Sebetulnya tren petumbuhan rumah tangga memang tidak akan jauh dari angka 5%. Ketika pertumbuhan ekonomi 6,5% dia [konsumsi RT] 5,5%, dan ketika pertumbuhan ekonomi turun ke 5,07% di [cenderung tetap] angka 4.97," jelas Eko.
Hanya saja kata Eko, perlu diakui masyarakat kelas bawah saat ini sudah mulai merasakan dampak buruk dari penurunan daya belinya.
Baca Juga
"Kalau di kelas menengah biasa saja, tetapi memang secara umum pada masyarakat bawah terjadi penurunan daya beli, karena kenaikan harga barang yang mereka konsumsi," katanya.
Dia menjelaskan, penyebab penuruan daya beli masyarakat kelas bawah pada tahun lalu adalah kenaikan tarif listrik, dan untuk tahun ini adalah beras.
"Awal tahun ini karena harga beras, [adapun] komponen beras sebesar 25% dari sumbangan terhadap garis kemiskinan. Terus ada juga rokok itu termasuk dan pulsa juga," jelasnya.
Artinya kenaikan harga pada beberapa produk tersebut berdampak signifikan kepada daya beli kelas bawah, walaupun diakuinya tidak akan berdampak langsung pada ekonomi.
Di samping itu, kata Eko, untuk saat ini daya beli kelas menengah masih terjaga, penurunan konsumsi pada komponen tertentu dibarengi dengan kenaikan pada komponen lainnya.
"Kalau saya menduga memang ada pergesaran, ada shifting [dalam konsumsi kelas menengah]," imbuhnya.
Selain itu Eko mengharapkan, pemerintah tidak mengeluarkan isu-isu yang tidak perlu yang dapat membuat kelas menengah menjadi khawatir.
"Pemerintah harus melihat secara psikologi masyarakatnya, jangan sampai isu pajak membuat kelas menengah menahan belanjanya," kata dia.