Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produk Olahan Kakao Naik Hingga 20%

Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) memproyeksi permintaan produk olahan kakao pada tahun ini tumbuh sekitar 10% hingga 20%.
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) memproyeksi permintaan produk olahan kakao pada tahun ini tumbuh sekitar 10% hingga 20%.

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif AIKI, mengatakan peningkatan permintaan produk olahan kakao didorong oleh penurunan harga biji kakao yang saat ini sudah terkoreksi cukup banyak hingga ke level US$1.900 per ton.

“Kondisi ini mendorong permintaan naik, baik lokal maupun ekspor, karena harga yang rendah biasanya akan mendorong peningkatan konsumsi,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (11/1/2018).

Selain itu, Sindra menuturkan kondisi iklim di Amerika dan Eropa juga tengah menghadapi musim dingin dengan suhu yang sangat rendah, sehingga menyebabkan konsumsi cokelat meningkat pesat. Secara umum, industri pengolahan kakao di Indonesia lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor dengan porsi 80% dan 20% sisanya untuk pasar lokal. 

Produk cokelat nasional banyak dikirim ke Amerika, Eropa, dan Asia berupa cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder.

Kapasitas terpasang seluruh pabrikan pengolah kakao saat ini sebesar 800.000 ton per tahun dengan tingkat utilisasi sekitar 50%. Sebagian kebutuhan industri pengolahan biji kakao, kata Sindra, masih dipenuhi oleh impor, sedangkan produksi biji kakao dalam negeri berkisar 300.000 ton per tahun.

Sindra memperkirakan impor biji kakao pada tahun lalu mencapai 220.000 ton dan menjadi rekor impor biji kakao terbesar dalam sejarah Indonesia. “Kondisi ini semestinya menjadi perhatian serius pemerintah, terutama Kementerian Pertanian, karena produksi kakao Indonesia dalam 10 tahun terakhir terus menurun dari 600.000 ton menjadi 300.000 ton,” katanya.

Menurutnya, penurunan produksi kakao domestik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain produktivitas tanaman kakao yang rendah karena umurnya lebih dari 30 tahun, serangan hama PBK dan VSD yang belum bisa diatasi secara tuntas, program gernas kakao yang baru mencakup 26% dari total areal kakao, banyaknya perkebunan kakao yang beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit serta perhatian Kementan yang kurang terhadap tanaman kakao.

 “Jika tidak ada terobosan impor biji kakao tahun 2018 akan lebih banyak lagi,” ujar Sindra

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper