Bisnis.com, JAKARTA—Disrupsi pada industri manufaktur dapat berakibat negatif jika pabrikan salah dalam mengambil langkah strategis. Namun sebaliknya, disrupsi memberi kesempatan bagi pabrikan untuk dapat berinovasi serta berevolusi jika melihatnya secara positif.
Managing Director Proven Force Indonesia Suwandi Ardibrata mengatakan industri manufaktur dewasa ini tidak lepas dari pengaruh tekanan teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, serta tren pasar yang saling berkaitan.
"Tidak mudah bagi industri manufaktur untuk mendikte pasar menerima produk yang tergolong usang dan tidak dikemas dengan inovasi," ujarnya di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Menurut Suwandi, hal tersebut selaras dengan pernyataan dari menteri perindustrian yang menyatakan bahwa setiap industri harus bisa melakukan inovasi. Disrupsi pada sektor manufaktur merupakan bagian dari transformasi. Untuk itu, kalangan pebisnis tidak perlu khawatir dengan proses tersebut.
Disrupsi pada industri manufaktur, dalam pandangan Suwandi, merupakan kesempatan lain untuk berkembang, menemukan sumber material lain, teknologi terbaik, serta eksplorasi tanpa batas.
Suwandi merinci, terdapat empat kekuatan yang menyebabkan terjadinya disrupsi pada industri manufaktur.
Pertama, costumized demand, yaitu perubahan permintaan dari pelanggan yang menginginkan lebih banyak penyesuaian dan cenderung berkarakter personalisasi.
Kedua, pergeseran output industri manufaktur dengan konektivitas yang lebih baik. Ketiga, produk yang lebih ekonomis sebagai akibat dari perubahan metode produksi yang canggih.
Keempat, adalah value chain yang ekonomis sebagai dampak dari digitalisasi manufaktur.