Komitmen APRIL Menjaga dan Memulihkan Ekosistem Gambut di RER

JAKARTA Kesepakatan Paris dalam COP 21 pada Desember 2015 menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, LSM, akademisi, peneliti, hingga pelaku bisnis, dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca

JAKARTA – Kesepakatan Paris dalam COP 21 pada Desember 2015 menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, LSM, akademisi, peneliti, hingga pelaku bisnis, dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca, termasuk komitmen Indonesia pada 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri, dan hingga 41% dengan bantuan kerjasama internasional.

Komitmen ini didasarkan pada pengalam an kebakaran lahan dan hutan besar yang melanda Indonesia pada 2015. Kebakaran ditengarai banyak berasal dari lahan gambut dan menambah emisi Gas Rumah Kaca. Lahan gambut dengan kelembapan yang tidak terjaga dengan baik memiliki tingkat risiko kebakaran tinggi. Sehingga, APRIL berkomitmen menjaga lahan gambut melalui program Restorasi Ekosistem Riau.  

Perusahaan produsen kertas dan pulp di bawah Royal Golden Eagle (RGE) Gorup itu melakukan pemulihan kawasan ekosistem gambut seluas 150.000 ha di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, Riau setelah memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) selama 60 tahun dan mulai beroperasi sejak tahun 2013. Dalam menjalankan upaya restorasi ini, Restorasi Ekosistem Riau didukung oleh lebih dari 100 personil dimana 70 di antaranya merupakan jagawana yang secara khusus menjaga kemanan kawasan RER. 

Menjaga Kawasan Habitat Satwa Liar Dilindungi

Kampar Peninsula dan Pulau Padang menjadi penting karena merupakan salah satu hutan gambut terluas di Sumatera. Mengutip laman resmi APRILDIALOG, The Nature Conservancy mencatat bahwa 344.000 ha blok hutan gambut di Semananjung Kampar merupakan hutan gambut terluas di Riau saat ini. Sehingga, kualitasnya dijaga dan terus membaik dan memberikan hubungan penting antara blok-blok hutan alam yang tersisa di Riau dan kawasan Konservasi Satwa Liar Kerumutan (Kerumutan Wildlife Conservation).  

Selain itu, Kampar Peninsula dan Pulau Padang sebagai habitat hutan bagi 574 spesies tanaman dan hewan. Dari jumlah tersebut, diketahui 44 spesies di antaranya masuk di dalam daftar satwa yang perlu dilindungi secara global karena populasinya sudah direntan atau diambang kepunahan menurut organisasi konservasi dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN). Semenanjung Kampar diidentifikasi oleh BirdLife International, the International Union for Conservation of Nature (IUCN), the Wildlife Conservation Society (WCS), dan WWF secara berurutan sebagai sebuah Kawasan Burung Utama/Important Bird Area (2004),  Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama/ Key Biodiversity Area (2006), dan Kawasan Konservasi Harimau/Tiger Conservation Area (2007).

Direktur of External Affairs Restorasi Ekosistem Riau Nyoman Iswarayoga menyampaikan tim Restorasi Ekosistem Riau menemukan penebangan liar dan pembuatan kanal liar di area konsesi restorasi ekosistem, karena sebelum dikelola sebagai restorasi ekosistem, kawasan ini merupakan hutan produksi dan juga mengalami penebangan liar sehingga di dalamnya juga sudah terdapat kanal-kanal yang sebelumnya dibuat untuk memindahkan kayu dari dalam hutan.  

Penebangan liar dan operasional HPH menyebabkan beberapa bagian hutan terbuka. Hasil pemetaan tim konservasi Restorasi Ekosistem Riau juga menemukan 116 km kanal liar atau 36 kanal yang dibuat untuk mengalirkan kayu hasil penebangan liar.  

“Pada hutan yang sudah terbuka, tim RER perlu menanam kembali  ratusan ha saja. Namun, yang lebih penting adalah membuat kanal blocking atau membuat dam-dam untuk menutup saluran air sehingga lahan gambut tetap basah,” kata dia di Jakarta, Jumat (15/12).  

Kawasan RER Bebas Api Sejak Tahun 2015

Pembuatan sekat kanal diperlukan untuk menaikkan kembali ketinggian muka air guna mengembalikan fungsi hidrologis di lahan gambut tersebut.  Nyoman mengatakan menjaga lahan gambut tetap basah dapat mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan. Pembuatan sekat kanal juga menjamin tanaman asli lahan gambut tetap dapat tumbuh.  

Hingga 2017, pembuatan sekat kanal menjangkau sepanjang 27,9 km atau 8 kanal dengan 23 tanggul. Pada 2018, pembuatan sekat kanal direncanakan dapat menjangkau 43 km atau 9 kanal dengan 27 dam.

Nyoman mengatakan tidak mudah membuat kanal blocking seiring medan yang sulit dan berada pada remote area. Setiap dam membutuhkan 100-400 karung pasir batu, dimana setiap karung memiliki bobot 25 kg. Tim Restorasi Ekosistem Riau terus berinovasi mencari materi yang memiliki bobot lebih ringan dan daya tahan lebih lama, sehingga memudahkan dalam membuat sekat kanal.

“Dalam Restorasi Ekosistem Riau dilakukan dengan menanam di kawasan yang tutupan hutannya berkurang dan melakukan kanal blocking yang sebelumnya dibangun untuk mengangkut kayu keluar dari kawasan hutan,” imbuhnya.

Hasilnya, kata dia, program Restorasi Ekosistem Riau yang berjalan di tahun ketiga ini efektif mengurangi kebakaran hutan, penebangan liar, serta mengembalikan keanekaragaman hayati pada hutan produksi. Sejak kebakaran hutan dan lahan besar pada 2015 lalu hingga akhir tahun ini, tercatat tidak ada kebakaran lahan gambut maupun penebangan liar di area konsesi.

Melibatkan Masyarakat Sekitar Hutan

Dalam pemulihan kawasan ekosistem gambut, APRIL menggandeng masyarakat di dua desa sekitar hutan guna menjaga hutan dari penebangan liar dan kebakaran lahan gambut. Diantaranya, dengan memberikan pelatihan teknik pembukaan lahan tanpa membakar, mengenalkan jenis tanaman yang cocok di lahan gambut seperti hortikultura, dan teknik bercocok tanam organik.

Masyarakat juga memperoleh insentif seperti bantuan ternak sehingga dapat memanfaatkan kotoran sebagai bahan baku kompos dan fasilitasi air bersih. Dengan demikian, Nyoman meyakini prinsip keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi dapat seimbang. Masyarakat dapat turut menjaga lingkungan tanpa kehilang an pendapatan sehari-hari.

Nyoman mengatakan program Restorasi Ekosistem Riau pada akhirnya memberikan keuntungan bagi bisnis penge lolaan hutan dalam jangka panjang. Sebab, modal utama dalam bisnis pengelolaan hutan adalah tanah, air, sinar matahari, dan oksigen, yang harus dijaga sehingga mampu mendorong produktivitas dan pasokan bahan baku bagi industri. 

Dia mengatakan program yang telah memasuki tahun ketiga ini dapat menjadi model bisnis pengelolaan hutan berkelanjutan. Selain komitmen APRIL menjaga ekosistem gambut, pemerintah perlu mendorong agar model bisnis pengelolaan hutan serupa dapat dikembangkan lebih banyak pada perusahaan hutan tanaman industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper