Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyoroti kehadiran fasilitas pusat konsolidasi kargo impor atau container freight station (CFS) centre tanpa sosialiasi dan melibatkan kalangan pemilik barang di pelabuhan itu.
Ketua BPD GINSI DKI Jakarta Subandi mengatakan hingga saat ini pemilik barang impor di pelabuhan Priok belum mengetahui maksud dan tujuan adanya CFS centre yang disiapkan PT Pelindo II/IPC.
"Bagi kami belum jelas apa tujuan CFS centre di Priok itu. GiNSI juga belum pernah berdiskusi terkait adanya fasilitas tersebut dengan Pelindo II," ujarnya kepada Bisnis, pada Jumat (24/11/2017).
Subandi menegaskan perusahaan importir anggota GINSI DKI akan menolak dan keberadaan menggunakan fasilitas CFS center di Priok tersebut jika tarifnya lebih mahal ketimbang diluar pelabuhan dan tidak menciptakan iklim usaha yang kondusif di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Kalau tidak bisa menurunkan biaya logistik untuk apa ada CFS centre," paparnya.
PT Pelindo II menyiapkan fasilitas CFS centre di Priok supaya tarif layanan kargo impor berstatus less than container load (LCL) melalui pelabuhan itu dapat diseragamkan (single billing).
Dua perusahaan penyedia layanan logistik di pelabuhan Priok yakni PT Multi Terminal Indonesia (IPC Logistic Services) dan PT Agung Raya disebut-sebut bakal menjadi operator fasilitas CFS centre itu.
Praktisi logistik di Pelabuhan Tanjung Priok, yang juga Komisaris PT Tata Waskita, Wisnu Waskita, optimistis langkah Pelindo II menyediakan fasilitas CFS centre di Pelabuhan Priok akan menciptakan transparansi biaya logistik dan pelayanan yang lebih efisien.
"CFS centre dapat membantu masalah dwelling time di Pelabuhan Priok. Adanya fasilitas ini juga sebagai wujud nyata dilakukannya tata kelola dan penataan lini dua di Pelabuhan Priok ," ujarnya.