Bisnis.com, JAKARTA—Produsen baja diminta mengajukan permohonan untuk mengeluarkan komoditas scrap dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mengecualikan komoditas tersebut jika hasil pengujian membuktikan material itu tak mengandung logam berat berbahaya.
“Memang kami tidak mengenal istilah delisting, tetapi di dalam peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan limbah B3 diperkenankan adanya pengecualian. Hanya memang belum ada satu pun industri baja yang mengajukan permohonan pengecualian kepada kami,” ujar Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sayid Muhadhar kepada Bisnis, Kamis (12/10/2017).
Menurutnya, penyertaan scrap di dalam daftar limbah B3 bermula ketika hasil pemeriksaan menemukan adanya kandungan logam berat berbahaya dalam proses peleburan industri baja. “Maka akhirnya pada saat peraturan pemerintah itu dikeluarkan, scrap dimasukkan ke dalam kategori limbah B3,” ujarnya.
Hanya saja, perkembangan teknologi pabrikan baja dalam beberapa tahun terakhir memungkinkan proses peleburan menjadi lebih ramah lingkungan. “Bisa saja dengan kecanggihan teknologi sekarang tidak ada lagi logam berat dalam proses peleburannya. Scrap bisa dikecualikan dari kategori bahan berbahaya dan beracun, tetapi memang membutuhkan pengujian.”
Sayid menyatakan pabrikan baja tak perlu ragu mengajukan proposal pengecualian scrap dari kategori limbah B3. Asalkan, industri dapat memperjelas dan membuktikan penggunaan teknologi peleburan dan skema pengelolaan komoditas tersebut dengan benar. Hasil pengujian nantinya dapat dijadikan dasar dasar bagi Menteri LHK untuk memberikan rekomendasi pengecualian.
“Kalau memang teknologi peleburan saat ini membuktikan tidak lagi mengandung toxic, kenapa tidak? Bisa saja nanti dikecualikan,” ujarnya.