Bisnis.com, JAKARTA—Industri pengguna gas dibayangi penurunan penjualan ekspor sebagai imbas tingginya harga energi dibandingkan dengan negara kompetitor.
Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Safiun mengatakan daya saing industri lokal menurun dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain. Faktor utama yang menyebabkan penurunan ini adalah harga gas yang tidak kompetitif dan berdampak pada harga jual produk yang lebih tinggi.
"Industri pengguna gas meradang karena realisasi penurunan harga energi tersebut tersendat-sendat," kata Achmad kepada Bisnis, Minggu (8/10/2017).
Menurutnya, harga yang kompetitif dapat menjadi modal bagi produk nasional untuk merajai pasar di Asia Tenggara. Produsen lokal mampu menghasilkan produk berkualitas dalam volume besar.
"Bahkan, peluang untuk investasi kini lebih banyak dengan pembangunan kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus. Oleh karena itu, pemerintah harus segera merealisasikan janji penurunan gas untuk beberapa sektor industri," ujarnya.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penurunan Harga Gas disebutkan ada tujuh sektor industri yang menerima insentif penurunan tarif gas yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
"Janji pemerintah yang mematok harga gas tidak lebih dari US$6 per MMBtu belum terealisasi," ungkapnya.