Bisnis.com, JAKARTA - Manajemen Pelabuhan Tanjung Priok, berjanji akan mengumpulkan stakeholders serta asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan itu sehubungan telah kedaluarsanya tarif layanan bongkar muat kargo non peti kemas (breakbulk) di pelabuhan Priok.
General Manager PT.Pelindo II cabang Tanjung Priok, Hendro Haryono mengatakan, pihaknya sudah menerima surat dari pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi perusahaan bongkar muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta untuk membicarakan tarif bongkar muat atau OPP/OPT kargo breakbulk yang sudah kedaluarsa itu.
"Kami segera kumpulkan pihak yang terkait berdasarkan surat usulan APBMI untuk membicarakan tarif bongkar muat itu. Ya, nanti perlu dibicarakan bersama dengan para pengurus asosiasi yang ada di pelabuhan Priok dan melibatkan kanror Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (3/10/2017).
Hendro menyatakan hal itu menanggapi keluhan pemilik barang di Pelabuhan Priok yang diwakili Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) bahwa tarif ongkos pelabuhan pemuatan (OPP) dan ongkos pelabuhan tujuan (OPT) kargo breakbulk/non peti kemas di pelabuhan Priok sudah kedaluarsa lebih dari lima tahun.
Kendati sudah kedaluarsa, namun kegiatan bongkar muat kargo non peti kemas masih menggunakan pedoman tarif tersebut. Karenanya, dalam hal ini GINSI menilai kegiatan bongkar muat di Priok termasuk kategori ilegal.
"Sampai saat ini, kami masih menunggu kesiapan masing-masing pihak asosiasi untuk duduk bersama. Kalau kita maunya secepatnya, atas dasar kesepakatan para pihak yang terlibat," paparnya.
Dikonfirmasi Bisnis, Selasa (3/10/2017), Ketua BPD GINSI DKI Jakarta, Subandi mengatakan, pihaknya tetap mendesak dilakukan pembahasan ulang terhadap mekanisme dan tarif bongkar muat di pelabuhan Priok.
"Gak bisa dong, kalau maen langsung diperpanjang begitu saja masa berlakunya. Ini tarif sudah kedaluarsa dan ilegal, oleh sebab itu perlu ada pedoman tarif yang baru sebagai legalitas hukumnya. Karenanya perlu pembahasan secara detil," ujarnya.(K1)