Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memandang revitalisasi pabrik gula harus dibarengi dengan revitalisasi tanaman tebu agar PG tidak bergantung pada bahan baku impor.
Ketua Umum Dewan Pembina DPP APTRI Arum Sabil mengatakan petani tebu akan siap bersaing dengan gula impor asalkan produksi tebu petani mencapai 100 ton per ha dengan rendemen 10%.
"Namun, untuk bisa mencapai hal tersebut, banyak kendala dihadapi oleh petani tebu yang di luar jangkauan kemampuannya," katanya saat dihubungi, Rabu (7/6/2017).
Kendala itu a.l. permodalan yang sulit karena persyaratan yang rumit. Akibatnya, petani tidak bisa membeli pupuk dan mengolah tanah serta merawat tanaman dengan baik.
Selain itu, bibit tebu dengan varietas unggul tidak tersedia, debit air dan irigasi pengairan rapuh, serta alat mekanik untuk pengolahan tanah, tebang, muat, dan angkut, minim.
Menurut dia, masalah saat ini adalah pemenuhan kebutuhan gula industri makanan dan minuman. Sebelas PG rafinasi telah berdiri dengan kapasitas terpasang di atas 5 juta ton per tahun, padahal kebutuhan industri mamin hanya sekitar 2,3 juta ton per tahun.
Ada pula pabrik gula baru yang seolah-olah bertujuan menggiling tebu, tetapi tujuan itu hanya sebagai kedok untuk mengimpor gula mentah.
Di samping itu, lanjut Arum, ada kebijakan mencurigakan melalui Peraturan Menteri Industri No 10/2017 yang mengatur fasilitas kemudahan memperoleh bahan baku bagi pabrik gula yang baru berdiri. Arum berpendapat regulasi itu hanya payung hukum untuk melindungi para mafia impor gula.