JAKARTA – Kalangan akademisi berharap pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk menarik minat anak muda berkarya di sektor pertanian demi regenerasi petani.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor Suryo Wiyono menyampaikan perlambatan regenerasi petani juga banyak terjadi di negara-negara Asean, termasuk Indonesia sebagai negara agraris.
“Jika kondisi ini dibiarkan, maka secara jangka panjang akan menyulitkan sektor pertanian dalam negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas,” ujarnya dalam diskusi publik bertema “Regenerasi Petani, Mencari Petani Muda: Ikhtiar Membangun Masa Depan Pertanian Indonesia”, Selasa (25/4/2017).
Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pertanian lebih kondusif, seperti insentif untuk startup dan pelatihan pertanian bagi anak muda.
Soal pentingnya regenerasi petani, kata dia, sebenarnya pernah disampaikan ke Kementerian Pertanian pada November 2015. Namun, sepanjang tahun tersebut upaya regenerasi masih berjalan lamban.
Dia menyampaikan kompetensi petani menjadi faktor penting untuk memajukan sektor pertanian. Kompetensi itu a.l. sikap terhadap teknologi, kemampuan mengambil resiko, dan adaptasi terhadap situasi baru.
“Kompetensi petani menjadi kunci pembangunan pertanian. Secanggih apapun teknologi, selama petani tidak dibangun, maka mesin-mesin canggih itu hanya akan menjadi besi tua," tutur Suryo
Selain itu,perguruan Tinggi juga didorong menyiapkan kurikulum yang adaptif terhadap kondisi pertanian saat ini. Kurikulum pendidikan tidak saja teoritis, tetapi juga praktis.
Hasil Kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), menunjukkan 70% petani padi dan 73% petani hortikultura yang menjalani profesinya sebagai petani bukan merupakan pekerjaan yang diinginkan sejak awal.
Dalam survei yang dilakukan di empat kota yakni Tegal, Karawang, Bogor, dan Garut menyebutkan 70% anak petani padi dan 60% anak petani hortikultura tidak pernah bercita-cita menjadi petani seperti orang tua mereka.
Potret suram pertanian menyebabkan anak muda desa enggan menjadi petani. Padahal, data BPS menyebutkan struktur umur petani saat ini mengalami penuaan, dimana 61,8% petani di Indonesia berumur lebih dari 45 tahun dan hanya 12% yang berumur kurang dari 35 tahun.
Selain itu, mayoritas petani indonesia berpendidikan rendah. Data Kemenakertrans tahun 2013 juga menyebutkan petani yang berpendidikan Sekolah Dasar mencapai 72%.
"Pertanian sebenarnya saat ini sedang bagus, khususnya hortikultura. Ini didorong jumlah penduduk meningkat, pendapatan meningkat, dan konsumsi yang meningkat karena gaya hidup sehat mulai dari konsumsi buah dan daging," imbuh Suryo.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah menyampaikan regenerasi petani dapat dimulai dari desa. UU Desa yang ada memberikan ruang untuk menata desa mereka.
Dukungan dari desa dapat diberikan dengan memperbesar akses terhadap lahan, yang merupakan salah satu masalah terbesar pertanian. Badan Usaha Milik Desa seharusnya juga dapat menjadi jembatan untuk menarik minat anak muda, dengan membuka akses permodalan dan pasar.
"Aplikasi yang masuk ke duta petani muda ada 514 aplikasi. Artinya, potensi anak muda di sektor pertanian besar, tetapi belum banyak dikelola," kata Said.
Direktur Pelayanan Sosial Dasar Hanibal Hamidi menyampaikan momentum UU Desa seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. "Kementerian Desa juga menjalin kerjasama dimana ada Rp40 miliar untuk menggagas desa mandiri berbasis pangan."