Bisnis.com, PALEMBANG -- Organisasi nirlaba para pemangku kepentingan rantai bisnis kelapa sawit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menargetkan sebanyak 50% lahan di Indonesia telah tersertifikasi pada 2020.
Direktur RSPO Tiur Rumondang mengatakan, target ini harus diwujudkan karena persyaratan memiliki sertifikat RSPO diperkirakan pada masa mendatang bakal menjadi keharusan terutama oleh negara-negara pengespor produk CPO, dan lainnya.
"Untuk negara Eropa dan Amerika bahkan untuk saat ini sudah mewajibkan. Ke depan, sertifikat RSPO ini bakal menjadi kebutuhan untuk menjaga keberlangsungan rantai bisnis sawit," katanya dalam keterangan pers, Rabu (29/3).
Dia mengatakan sejauh ini, Indonesia sebagai negara penyangga 50% dari kebutuhan minyak sawit dunia hingga kini telah menyertifikasi sekitar 18% atau 1,8 juta hektare dari total 11 juta luas lahan secara keseluruhan.
Dari jumlah tersebut, lanjutnya, Sumsel telah mencapai 163.000 ha dan seluruh dunia baru mencapai 3,3 juta ha.
Menurut Tiur capaian ini patut disyukuri mengingat sertifikat RSPO ini sifatnya sukarela atau tidak seperti sertifikat ISPO yang sifatnya mandatory.
"Artinya sudah ada perubahan perilaku dari pelaku bisnisnya, tinggal lagi bagaimana mendorongnya mengingat sejumlah isu yang masih menghadang, seperti isu lingkungan, isu deforestasi, isu gas rumah kaca dan isu biodeversity," kata dia.
Untuk itu, strategi ke depan, RSPO akan terus menghimbau pihak-pihak dalam rantai bisnis sawit untuk segera menyertifikasi usahanya.
Meski produk sawit Indonesia saat ini banyak dikirim ke Tiongkok dan India yakni negara yang belum mengharuskan serfikasi RSPO, tapi seiring dengan perubahan prilaku penduduk dunia yang ingin mengetahui proses suatu produk maka lambat laun bakal menjadi keharusan pasar global.
"Sejauh ini, serfitikat RSPO ini dipadang cukup efektif untuk menangkal isu-isu lingkungan," katanya.
Diketahui, RSPO merupakan organisasi nirlaba yang mempersatukan para pemangku kepentingan yang berasal dari tujuh sektor di sepanjang industri kelapa sawit yakni perkebun kelapa sawit, pengelola atau penjual minyak kelapa sawit, produsen barang dan konsumen, peritel, bank, investor, LSM konservasi lingkungan dan LSM sosial untuk mendorong minyak kelapa sawit berkelanjutan.
Pada tahun 2016, sebanyak 2.700 petani swadaya kelapa sawit dengan luas lahan 5.500 hektare di tiga kecamatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan meraih sertifikat berkelanjutan "Roundtable on Sustainable Palm Oil" (RSPO). Sertifikasi ini menjadi yang terbesar di dunia untuk kelompok petani swadaya.
Salah seorang petani sawit swadaya yang menjadi ketua Penghimpunan Sapta Tungga Mandiri, Amin Rohmad mengatakan sangat bangga atas keberhasilan ini setelah berjuang keras selama satu tahun lebih.
"Kami telah menunjukkan bahwa petani sawit swadaya mampu memenuhi standar keberlanjutan internasional. Kami bangga bisa mewakili Indonesia di pasar global," ujarnya.
Dia mengemukakan untuk mewujudkan ini bukan perkara mudah karena harus ada perubahan budaya kerja.
"Contohnya untuk pakai helm saja, itu bukan perkara muda untuk menyuruh petani melakukannya. Begitu pula dengan memakai pupuk dan lainnya," ujarnya.