Bisnis.com, JAKARTA— Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan kendala struktural menjadi salah satu penyebab gagalnya pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN) yang diharapkan mampu mengatur tata niaga dan produksi pangan nasional.
Menurut Herman pembentukan badan yang diharapkan bisa memberantas praktik kartel di sektor perdagangan itu pada dasarnya sudah tidak bermasalah karena sudah ada payung hukmnya. Akan tetapi, meski Komisi IV DPR telah selesai membahasnya, ketika diajukan ke pemerintah hingga kini belum ada tanggapan yang menggembirakan.
“Jadi di sini terjadi kendala struktural,” ujarnya dalam diskusi bertema “Memburu Kartel Cabai” di Gedung DPR, Kamis (9/3/2017).
Herman mencontohkan hingga kini Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi belum memberikan tanggapan terkait pembentukan badan tersebut. Padahal, ujarnya, menteri tersebut sudah berganti lagi ke menteri yang baru.
Sedangkan kendala lainnya yang diduga menghambat pembentukan badan tersebut adalah terjadinya hambatan insitusi. Menurut Herman, bisa saja lembaga ini terhenti karena kepentingan istitusi induknya seperti Kementerian Pertanian.
Bukan tidak mungkin pembentukan Badan Pangan Nasional akan mengurangi kewenangan Kementerian Pertanian meski pemerintah telah memerintahkan untuk fokus pada pengaturan 11 komoditas termasuk cabai dan bawang.
Menurut politisi Partai Demokrat itu, lembaga pangan nasional yang dipimpin langsung oleh presiden sangat dibutuhkan untuk stabilisasi harga. Selain itu, badan itu bisa menunjuk BUMN atau lembaga lainnya untuk melakukan distribusi, produksi dan pengadaan.
“Jadi lembaga ini dibenarkan undang-undang untuk melakukan apa saja seperti stabilisasi terhadap harga,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Eka Sastra mengatakan bahwa munculnya kartelisasi dalam perdagangan cabai akhir-akhir ini menunjukkan tidak hadirnya negara dalam sistem tata niaga perdagangan.
Menurutnya, praktik oligopoli di sektor perdagangan tidak bisa dibiarkan karena hanya akan mematikan petani kecil. Menurutnya, liberalisasi perdagangan dunia kini mulai mengalir ke sekor pangan dan melibatkan pihak swasta nasional.
“Untuk itulah negara harus hadir untuk melindungi petani kecil dari serangan industri besar,” ujarnya.
Bahkan Eka mensinyalir ada kepentingan pihak tertentu untuk mencari celah impor cabai dengan memainkan harga komoditas itu di pasar.
Sebelumnya dilaporkan bahwa harga cabai merah, baik rawit maupun keriting, di beberapa kota di Indonesia kompak melonjak tinggi sejak awal 2017. Pemerintah menyebut tingginya harga cabai itu lebih disebabkan oleh curah hujan, bukan ulah kartel cabai.
Karena faktor cuaca tersebut, para petani cabai yang memiliki lahan luas pun hasil tanamnya akan menjadi sedikit. Dengan penurunan produksi di tingkat petani, harga cabai di pasar-pasar otomatis ikut naik. Pasokan yang seharusnya stabil menjadi terhambat, ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam satu kesempatan.