Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Agraria dan Tata Ruang memetakan tiga pilar masalah pertanahan yang akan diselesaikan secara bertahap selama sisa masa kepemimpinan kabinet pemerintahan saat ini.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengatakan, ketiga pilar tersebut yakni legalisasi aset, penyediaan lahan untuk infrastruktur, dan reforma agraria.
Pemerintah menargetkan hingga 2025 mendatang, tanah-tanah di seluruh Indonesia telah terdaftar seluruhnya. Hingga 2019 mendatang, ditargetkan setidaknya 25 juta bidang lahan akan disertifikasi.
Saat ini, baru sekitar 40% hingga 45% lahan seluruh Indonesia yang telah tersertifikasi. Akan tetapi, tidak jarang lahan tersebut pun masih menghadapi sengketa dan ketidakpastian karena tumpang tindihnya status tanah, entah tanah negara, milik pribadi, tanah adat, eigendom, erpah, dan lain-lain.
“Supaya rakyat kita yang punya tanah itu dengan adanya sertifikat bisa gunakan tanah itu untuk jaminan kredit, dan lain-lain,” katanya kepada Bisnis, dikutip Jumat (21/10/2016).
Sofyan mengatakan, pemerintah saat ini pun tengah serius membangun berbagai infrastruktur dasar, antara lain jalan tol, pelabuhan, jalur kereta api, bendungan, dan pemukiman. Di Indonesia, tantangan pembangunan infrastruktur ini menjadi sangat berat karena tanah tidak sepenuhnya berada dalam kekuasaan negara.
Pemerintah bersama DPR sejak 2012 lalu telah menerbitkan Undang-Undang 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Beleid ini berlaku efektif mulai awal 2015 lalu.
Namun, hingga kini tantangan pengadaan lahan masih sangat besar dan tidak melulu bisa diselesaikan dengan pasti sesuai ketentuan dalam undang-undang tersebut. Belum lagi, pemerintah kerap menghadapi masalah keterbatasan anggaran untuk pembebasan lahan.
Menurutnya, pengadaan lahan untuk infrastruktur ini menjadi fokus pemerintah untuk diselesaikan sebab pemerintah telah menetapkan target yang cukup ambisius untuk mampu menyelesaikan sejumlah proyek infrastruktur dalam masa kepemerintahan saat ini.
Sementara itu, terkait program reforma agraria, pemerintah akan menyelesaikan redistribusi lahan 9,1 juta hektar hingga 2019 mendatang. Penyerahan lahan itu baik dalam bentuk legalisasi aset yang diduduki maupun pelepasan kawasan hutan untuk dilegalkan menjadi milik masyarakat.
Sofyan mengatakan, untuk legalisasi sejauh ini tidak ada masalah berarti. Sejauh ini, masalah yang cukup menyulitkan pemerintah adalah legalisasi lahan transmigran sekitar setengah juta hektar. Lahan tersebut telah puluhan tahun ditempati dan dikelola tetapi belum dilegalisasi karena masih dikategorikan dalam kawasan hutan.
Sementara itu, sejumlah hak guna usaha dari pemerintah yang ditelantarkan pemegang haknya telah diambilalih dan dibagikan kepada masyarakat. Sofyan belum menyampaikan sejauh mana progres jumlah lahan yang telah diredistribusikan kepada masyarakat.
Sofyan mengatakan, rencana pemerintah bersama DPR RI untuk menyusun Undang-Undang Pertanahan sebagai pelengkap UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Menurutnya, sulitnya penyelesaian masalah pertanahan di Indonesia selama ini karena aturan yang belum cukup solid untuk mengatasi masalah pertanahan nasional secara komprehensif.
Kementerian ATR/ BPN sejatinya hanya menangani 30% dari tanah yang ada di Indonesia. Selebihnya berada di luar kewenangan Kementerian ATR. Oleh karena itu, menurutnya UU Pertanahan yang nantinya diterbitkan harus dapat menyinkronkan seluruh peraturan terkait yang selama ini tumpang tindih dan saling bertentangan.