Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengakui perkembangan terhadap pemanfaatan panas bumi berjalan lambat.
Direktur Panas Bumi Yunus Saefulhak menegaskan hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit listrik dari periode 2006 hingga September 2016 yaitu dari 852 megawatt (MW) hanya baru mencapai 1513, 5 MW pertahun.
"Ini artinya, dalam kurun waktu 9 tahun dari sekarang kita harus mendorong pemanfaatan energi panas bumi mencapai 350% dari pemanfaatan saat ini," tutur Yunus seperti dikutip dalam situs resmi Direktorat Jenderal EBTKE, Jumat (21/10).
Menurut Yunus, ini merupakan tantangan yang hanya dapat tercapai dengan kerja sama serta kerja keras semua pihak baik stakeholder dan pelaksana kebijakan.
"Apalagi pada tahun 2025 panas bumi ditargetkan dapat berkontribusi sebesar 7% atau 4,8 gigawatt (GW) yang setara dengan 23,5 juta ton minyak," tambahnya.
Potensi panas bumi di Indonesia, Yunus menjelaskan, merupakan yang terbesar didunia yaitu mencapai kurang lebih 29 GW dan potensinya tersebar hampir di seluruh Indonesia yaitu sepanjang busur pegunungan vulkanik atau ring of fire yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku sampai Sulawesi bagian utara. "Sehingga optimalisasi dalam pemanfaatan potensi ini akan memberikan kebaikan yang merata di seluruh nusantara,"kata dia.
Lebih lanjut Yunus mengungkapkan, semangat percepatan inilah yang menjadi alasan disusunnya Undang - Undang (UU) nomor 21 tahun 2014 tentang panas bumi sebagai revisi UU nomor 27 tahun 2003.
"UU ini disusun untuk lebih memberikan landasan hukum yang kuat, lebih komperehensif, transparan dan tidak diskriminatif dalam pengusahaan panas bumi,"tuturnya.
Kendati UU tersebut menarik sebagian kewenangan ke pemerintah pusat, lanjut Yunus, bukan berarti seluruh tanggung jawab pengembangan panas bumi dipegang oleh pemerintah pusat karena untuk dapat melaksanakan kegiatan pengusahaan, para pemegang izin panas bumi memerlukan izin - izin lain yang terkait pelaksanaan kegiataan pengusahaan yang sebagian besar diterbitkan oleh pemda.
"Di samping itu, pemerintah daerah lebih memahami kondisi sosial masyarakat di sekitar wilayah kerja pengusahaan panas bumi,"pungkasnya.