Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri meresmikan enam desa sebagai desa peduli buruh migran di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Keenam desa yang merupakan basis buruh migran tersebut adalah Desa Tagawiti, Desa Beutaran, Desa Dulitukan yang berada di Kecamatan Ili Ape, Desa Lamatokan, Desa Lamawolo dan Desa Bao Lali Duli di Kecamatan Iliape Timur.
"Penetapan desa peduli buruh migran adalah bentuk kepedulian pemerintah dan para stakeholder dalam upaya memperbaiki nasib dan perlindungan kepada buruh migran sejak dari kampung halaman,” kata Hanif lewat keterangan tertulis, Selasa (30/8/2016).
Sebelumnya, ada sejumlah desa peduli buruh migran yang telah tetapkan di Lombok Tengah NTB (6 desa), Wonosobo Jawa Tengah (10 desa), Kebumen Jawa Tengah (2 desa), Cilacap Jawa Tengah (1 desa), Jember Jawa Timur (2 desa), dan Banyuwangi Jawa Timur (6 desa).
Dengan adanya desa buruh migran (Desbumi), diharapkan masyarakat lebih banyak terlibat aktif dalam pengawasan proses penempatan TKI. Baik dari proses pra penempatan, waktu penempatan hingga purna penempatan.
"Desa merupakan sumber rekrutment utama calon-calon buruh migran. Kehadiran pelayanan di level yang paling bawah ini (desa) menjadi sangat penting. Desbumi bisa menjadi pusat informasi, pusat pendidikan, pusat pelayanan bagi masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri," kata Hanif.
Pembentukan desa peduli buruh migrant turut diprakarsai oleh Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) dan Migrant Care. Menurut Pelaksana Program YKS, Mansetus Balawala, ada 14 hal yang harus dipenuhi sebuah desa agar disebut sebagai desa peduli buruh migran, antara lain, memiliki peraturan desa tentang buruh migran, memiliki data buruh migran, sistem informasi buruh migran berbasis internet, informasi pengaduan dan penyelesaian, menyediakan paralegal, pelayanan dokumen calon buruh migran, program pemberdayaan masyarakat, pelatihan remitansi.
“Desa juga harus punya skema sistem rujukan jika ada warganya yang mengalami masalah di Negara tempat bekerja. Juga skema rehabilitasi bagi TKI yang tersangkut masalah,” jelas Mansetus.
Ia menambahkan, pihaknya juga memberikan pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat di enam desa tersebut untuk menciptakan produk unggulan yang mmberi nilai tambah ekonomi. Misalnya, Desa Tagawiti memiliki produk unggulan tenun ikat dan kopi, Desa Beutaran menghasilkan kripik pisang, madu, tenun ikat, Desa Dulitukan menghasilkan kripik jagung. Ada pula yang memiliki produk unggulan beras jagung dan ikan asin.
Menurut Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, Negara harus mendukung prakarsa melindungi buruh migrant dari kampong halaman. “Desa peduli buruh migran diharapkan menjadi pagar pelindung bagi warga desa dari percaloan dan sindikat perdagangan manusia yang bergerilya hingga ke desa,” ujarnya.
Kementerian Ketenagakerjaan telah memberlakukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang telah terealisasi di beberapa daerah yaitu Entikong Kalimantan Barat, Batam Kepulauan Riau, Kupang NTT dan Surabaya Jawa Timur.
Komitmen memperbaiki buruh migran tak hanya dilakukan di dalam negeri, tapi juga dilakukan di forum internasional. Pekan lalu, pada pertemuan Colombo Process di Sri Lanka, Indonesia menyerukan perlunya kerjasama memperbaiki nasib dan perlindungan buruh migran, yakni dengan sistem informasi pasar kerja, peningkatan skill dan sertifikasi, etika promosi perekrutan, orientasi sebelum penempatan, jejaring pengawasan serta remitansi.