Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dituding KPPU Berpotensi Lakukan Kartel Harga Sawit, Manajemen IPOP Meradang

Manajemen Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) membantah tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut platform tersebut berpotensi kartel atau berpeluang terjadi pengaturan harga dan suplai di tingkat produsen.
Traktor melintas di perkebunan sawit/Ilustrasi-Bisnis
Traktor melintas di perkebunan sawit/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) membantah tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut platform tersebut berpotensi kartel atau berpeluang terjadi pengaturan harga dan suplai di tingkat produsen.

Produsen yang dimaksud yaitu enam perusahaan yang menandatangani kesepakatan dan telah bergabung dalam IPOP yaitu Golden Agri Resources Ltd, Wilmar International Ltd, Cargill, Asian Agri, Musim Mas, dan Astra Agro Lestari.

Ketua Tim Legal IPOP Ibrahim Senen menyampaikan perusahaan-perusahaan IPOP hanya berkontribusi sebesar 13% dari seluruh produksi perusahaan berbasis kelapa sawit nasional sehingga tidak akan berpotensi melakukan pengaturan harga dan suplai.

“KPPU menyebut ada potensi kartel, maka nilai ekonominya harus ditelisik dulu. Penguasaan lahan perusahaan swasta itu 5 juta hektare, perusahaan-perusahaan IPOP total luasan lahannya 1 juta hektare atau hanya 20%. Ini produksinya hanya 13% nasional. Bagaimana yang 13% ini men-drive pasar?” jelas Ibrahim di Jakarta, Selasa (12/4/2016).

Jika dengan asumsi produksi tahun lalu sebesar 30 juta ton, maka total produksi seluruh perusahaan IPOP yaitu sekitar 3,9 juta ton. Dengan nilai produksi ini, Ibrahim menyebut sulit bagi perusahaan IPOP melakukan persengkokolan harga.

Dia menjelaskan jika kelak perusahaan-perusahaan lain memutuskan bergabung dengan IPOP, maka dipastikan seluruh produksi CPO Indonesia diperoleh dengan cara-cara yang berkelanjutan selayaknya tuntutan pasar global.

“Tujuan akhirnya adalah sustainability. Produksi 13% dari total produksi nasional itu jauh sekali dari unsure kartel. Patut dicatat ada 80% lahan perusahaan swasta nasional yang bukan merupakan anggota IPOP,” kata Ibrahim.

Terlebih lagi, dia menyebut pemerintah semestinya tidak perlu mengkhawatirkan keberadaan IPOP karena IPOP tidak menciptakan regulasi apapun. Soal pelarangan mengambil pasokan dari produk yang dipanen dari area HCS (High Carbon Stock), pada dasarnya juga telah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

KPPU sebelumnya melalui Surat Keterangan Bernomor 184/K/X/2015 perihal Tanggapan KPPU terhadap IPOP menyebut implementasi IPOP berpotensi menimbulkan kesepakatan pengaturan harga dan suplai atau kartel.

Dalam poin keempat surat tersebut, KPPU menyebut pelaku usaha yang tergabung dalam IPOP menguasai pangsa pasar yang cukup besar sehingga para anggota IPOP memiliki kekuatan pasar yang cukup besar.

Bisnis mencatat penolakan pemerintah terhadap implementasi IPOP terutama datang dari Kementerian Pertanian. Pasalnya, sejak IPOP diimplementasikan, banyak produksi minyak sawit petani yang selama ini dipasok ke enam perusahaan anggota IPOP, tidak lagi dapat diserap.

Hingga dihubungi pekan lalu, Dirjen Perkebunan Kementan, gamal nasir mengungkapkan tengah mencari dasar hukum untuk membubarkan IPOP. “Kami harus berhati-hati mencari dasar hukum untuk membubarkan IPOP,” ungkap Gamal.

Direktur Eksekutif IPOP Nurdiana Darus menyampaikan pihaknya secara intensif telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Pertanian. Menurutnya, dalam dua pertemuan resmi, tidak ada permintaan spesifik dari Kementan untuk membubarkan IPOP.

“Tidak ada permintaan khusus untuk memberhentikan IPOP, hanya ada masukan yang bentuknya untuk konsiderasi. Saat menghadap Ditjenbun, kami sudah menjelaskan detil IPOP itu dan kami elah memiliki program-program untuk empowerment,” ungkap Nurdiana pada kesempatan yang sama.

Untuk membubarkan IPOP, Ibrahim mengatakan pemerintah perlu menata terlebih dahulu keselarasan regulasi antarkementerian. Dia menegaskan negara memiliki kedaulatan untuk membubarkan IPOP.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan anggota IPOP mengucurkan dana US$388.000 tahun ini untuk dapat menjalankan program-program penguatan petani di sejumlah daerah. Nurdiana menyebut IPOP berkomitmen mengenalkan petani soal good agricultural practices (GAP).

“Saat ini di lapangan kami terus mencari tahu bahwa petani kita itu siapa saja, apa kekurangan yang dirasakan petani sehingga kami dapat memberikan program-program yang tepat sasaran,” ungkap Nurdiana.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper