Bisnis.com, JAKARTA – Harga sejumlah komoditas perkebunan diprediksi masih akan berada di level rendah. Beberapa komoditas pun terancam mengalami penurunan harga yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), karet, gula, teh, dan kopi.
PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) merilis proyeksi harga komoditas perkebunan tahun ini.
Satu-satunya komoditas yang diramal masih akan dipasarkan dengan harga cukup tinggi yaitu kakao.
RPN mencatat harga komoditas ini relatif tinggi dalam 10 tahun terakhir.
Secara lengkap, berikut proyeksi harga komoditas perkebunan 2016 :
- Harga karet (TSR 20 di pasar Singapura) akan berfluktuasi pada US$ 1,08-1,46/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 1,54/kg dan jika memburuk ≤ US$ 1,06/kg.
- Harga CPO (di pasar Malaysia) akan berfluktuasi pada US$ 0,52-0,69/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 0,74/kg dan jika memburuk ≤ US$ 0,48/kg.
- Kakao (Cacao Bean di pasar New York) akan berfluktuasi pada US$ 2,91-3,19/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 3,22/kg dan jika memburuk ≤ US$ 2,90/kg.
- Kopi Robusta (Coffee Bean di pasar New York) akan berfluktuasi pada US$ 1,55-1,83/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 2,21/kg dan jika memburuk ≤ US$ 1,52/kg.
- Teh Hitam (di pasar Mombassa Kenya) akan berfluktuasi pada US$ 2,41-3,20/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 3,21/kg dan jika memburuk ≤ US$ 2,30/kg. Sebagai catatan bahwa harga fob Tj Priok rata-rata biasanya sebesar 65–70% dari harga fob Mombassa-Kenya.
- Gula (Raw Sugar di pasar New York) akan berfluktuasi pada US$ 0,29-0,38/kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga dapat mencapai ≥ US$ 0,40/kg dan jika memburuk ≤ US$ 0,25/kg. Sebagai catatan bahwa untuk gula, Indonesia menjadi net importer.
Peneliti Senior PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Sinung Hendratno menyampaikan sejak awal tahun ini sulit memprediksi pergerakan harga komoditas perkebunan. Pasalnya, dampak El Nino yang terjadi tahun lalu menyebabkan kondisi tanaman belum kunjung pulih.
“Analisis prakiraan harga tahun 2016 dan kondisi pasar komoditas perkebunan yang masih belum pulih masih dipersulit lagi oleh adanya dampak kondisi iklim tahun 2015, terjadi El Nino yang berkepanjangan,” kata Sinung melalui keterangan resmi, Kamis (31/3/2016).
Sinung mencatat El Nino yang terjadi tahun lalu merupakan El Nino dengan durasi terpanjang sepanjang sejarah Indonesia sehingga memberikan dampak sangat signifikan bagi bisnis perkebunan di dalam negeri, terutama risiko penurunan produksi.
Selain itu, kebakaran hutan dan lahan pun amat masif terjadi di berbagai wilayah. Bergesernya musim hujan pun menjadi catatan, karena menimbulkan konsekuensi pada aktivitas perkebunan yaitu mundurnya musim tanam, pemupukan, hingga sulit melakukan panen.