Dato’ Sri Tahir, Founder Mayapada Group, dikenal sebagai pengusaha tangguh dan terbuka. Berikut petikan wawancara Bisnis dengan pengusaha yang kini juga dikenal sebagai tokoh filantropis Indonesia tersebut seputar isu ekonomi terkini, di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Pandangan Anda tentang situasi perekonomian Indonesia saat ini?
Begini. Kalau bicara pertumbuhan, kita tidak bisa menggunakan teori absolute. Jadi kita harus setuju dulu bahwa absolute growth theory itu salah. Yang kita bicarakan ialah relative growth. Artinya growth kita ini sesuai dengan keadaan Indonesia dibandingkan dengan siapa.
Kalau bicara growth 5,6%, 5,7%, 5,8 % itu bukan hal yang penting. Yang penting itu isinya apa.
Yang kedua, kita sadar setiap tahun itu ada 2,8 juta tenaga kerja [baru] masuk ke pasaran sehingga kita memang perlu ada growth. Kalau tidak, maka kita tidak bisa nampung mereka, dan itu akan menjadi social problem.
Lalu kita harus lihat lingkungan ekonomi Asia ini growth-nya di mana, karena ekonomi Indonesia tidak bisa independen. Waktu Pak Jokowi menjadi presiden, Pak Jokowi menghadapi suatu masalah yang tidak menguntungkan.
Sebelumnya ada masalah di Yunani. Yunani masuk Uni Eropa baru ketahuan negara ini maunya enak saja. Laporannya palsu tetapi sudah [terlanjur] jadi member, sudah pakai euro. Pilihan cuma dua: pertama Yunani keluar, enggak bayar utang, atau dia tetap di dalam [Uni Eropa] dan bayar utang tetapi harus kasih dia macam-macam.
Maka itu Eropa mengadakan quantitative easing (QE) 1 triliun euro, mulai tahun lalu sampai Juni 2016 yang menyebabkan euro langsung anjlok dari 1,4 euro melawan US$1 menjadi 1,1 euro saja per US$1.
Di Amerika, kita harus sadar, senjata paling ampuh dari Amerika bukan nuklir, tetapi hot money-nya yang dimainkan oleh The Fed. Jadi waktu Pak SBY, mereka kucurkan QE 1 dan QE 2. Mereka cetak uang, ngomong kasarnya cetak uang sejak 2008. Jadi waktu Alan Greenspan menjadi Gubernur The Fed, kebijakan dia ialah melepaskan kredit seenaknya, terjadilah kebangkrutan, menjadikan Lehman Brothers jatuh. Semua perusahaan Amerika jatuh kalau pemerintahan sekarang tidak bantu.
Sekarang ini Janet Yellen mulai perketat. Dia merasa ekonomi Amerika mulai membaik, hot money mulai ditarik, cara tariknya bunga dinaikkan. Untuk membuktikan ekonomi bagus atau tidak, apa ukurannya? Dia punya unemployment turun dari 9% menjadi 5%, defisit mengecil. Lalu dia bilang, inflasi sudah mencapai 2% perlu menaikkan. Begitu naik semua babak belur, karena Indonesia juga menikmati hot money itu.
Selalu orang economist mengingatkan untuk baik-baik memanfaatkan hot money. Hot money itu bisa menjadi berkat bisa menjadi bencana. Inilah negara Indonesia waktu itu kurang sigap. Mikir [cadangan] devisa kita [US$] 120 miliar, dia tidak tahu bahwa nanti kalau ditarik kita kedodoran.
Lalu soal China. China menikmati double digit 11%, 12% mengapa? Karena waktu 2008 dia mereformasi ekonominya dari ekspor ke domestik demand. Untuk bicara domestik demand satu-satunya ialah QE lagi 4 triliun yuan yang basicly uang ini masuk ke infrastruktur.
Menurut teori, bagus, tetapi perlu diawasi eksekusinya. Masalahnya di daerah-daerah di China, mereka juga berlomba-lomba untuk membangun infrastruktur.
Misalnya mereka membuat 20.000 kilometer kereta cepat, berapa yang untung sampai saat ini? Cuma 6% yang untung. Hanya 1.300 km yang untung, yang lain babak belur semua. Belum lagi terjadi korupsi dan lain-lain.
Nah, masuklah Xi Jinping. Dia bilang setop. Akibatnya, pabrik industri baja bangkrut, batu bara bangkrut, semua [perusahaan] mineral bangkrut karena dia sudah gak beli lagi. Memang banyak orang tidak sadar. Pengusaha kita ini kan latah, pengusaha Indonesia ini tidak pernah strong. Dari mana tahunya, lihat saja 1998, kebobrokannya konglomerat. Jadi pengusaha kita tidak baik-baik waktu dia nikmati, batu bara pada peak position, dia gak tahu bagaimana manfaatkan uang.
Uang ini dia bikin lagi tambah besar tanpa memikirkan added value. Kalau memikirkan added value sekarang ini smelter ini sudah jadi semua, kita tidak dipengaruhi harga yang jatuh. Tetapi dasar pengusaha kita malas dan serakah, pokoknya kita ambil sebanyak mungkin. Begitu pasarnya sepi teriaklah mereka, 'Pak Jokowi waduh gimana Pak ekonomi slow?'. Kalau saya presiden, saya tanya wah 20 tahun rasanya untung kok diam-diam, sekarang setengah tahun dagang susah kok you teriak.
Tentang kebijakan pemerintahan Jokowi?
Saya harus beri apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Presiden Jokowi. Kenapa? Tahun lalu beliau mengambil tiga tindakan yang ampuh. Pertama deregulasi, memudahkan investasi. Deregulasi ini penting sekali. Kedua, pernyerapan angggaran, dan ketiga ialah stimulus ekonomi. Semua lini diberi stimulus khususnya yang padat karya dan yang berorientasi ekspor. Ini ampuh.
Tahun ini ada tiga juga yang ampuh, luar biasa ampuhnya. Pertama revaluasi aset, kedua amnesti budget, ketiga saya dengar corporate rate akan diturunkan pajaknya dari 25% mungkin menjadi 18% atau 19%. Ini tiga menjadi kebijakan yang ampuh sekali. Tetapi barang ampuh itu tidak bisa dinikmati besok, mungkin six month.
Saya punya ekspektasi, pada semester II/2016, pada bulan ketujuh, ekonomi Indonesia ini mulai membaik. Dan mungkin yang terbaik di Asia. Singapura terlalu kecil market-nya, properti bubble. Malaysia masih ada politic problem, Thailand dalam kuasa militer. Myanmar dan Vietnam baru bertumbuh tetapi low enforcement-nya, hukumnya, dan lain-lainnya belum rapi, persis Indonesia tahun 1950/1960-an.
Situasi Indonesia menurut saya kita harus kasih apresiasi ke Pak Jokowi. Satu, beliau mau dengar dan kedua beliau ambil tindakan. Dari mana contohnya, dari beliau jadi Gubernur DKI. MRT itu dari zaman Ali Sadikin sudah ada, tidak pernah ada gubernur yang mau putusin karena MRT project itu rugi.
Pak Jokowi ambil keputusan untuk memecahkan deadlock yang terjadi. Kita ini deadlock dan hanya beliau sebagai pengambil keputusan yang bisa memecahkan es batu ini.
Sekarang mau cabut 3.000 perda, Menteri [Dalam Negeri] Pak Tjahjo diperintahkan. Ini yang menghambat semua. Inilah kita dalam keadaan begini, selalu dalam krisis muncul pahlawan, dan sekarang pahlawannya mohon maaf saja Pak Jokowi. Kita dalam situasi yang sulit ini, bukan krisis tapi situasi yang sulit ini.
Sekarang apa yang harus kita lakukan?
Saya kira dengan restrukturisasi aset, BUMN bisa berkembang, bank bisa berkembang, seperti restrukturisasi aset di Bank Mayapada Rp1 triliun, dengan CAR 10% kami bisa berkembang Rp10 triliun lagi. Jadi ampuh.
Jadi kita patut optimistis?
Dua jawabannya. Pertama, kita harus selalu optimis, kedua relatively kita ini paling baik di Asean. Untungnya pemerintah sudah keluarkan kebijakan, meskipun terlambat, seharusnya zaman SBY, bahwa setop ini setop ini. Enggak boleh pak, kita perlu mengatasi masalah sekarang dengan bebaskan lagi. Sekarang kita harus paksa pengusaha kita masuk kepada nilai tambah.
Saya harus optimistis, dan patut optimistis, karena relatively, growth relative theory tadi seperti yang saya katakan, itu yang penting. Relatively kita jauh lebih baik dari negara lain. Manfaatkanlah kesempatan ini, dalam keadaan sulit ini, kita harus menuju pada nilai tambah, nelayan harus dikasih kesempatan bikin pabrik kalengan, untuk cold storage supaya bisa dapat nilai tambah. Semua pertambangan harus masuk ke smelter, processing.
Apakah kinerja pemerintah sekarang ada kaitannya dengan fakta bahwa Jokowi dan JK berasal dari swasta, juga beberapa menteri?
Begini. Ada kekurangan. Kekurangan ialah struktur politik Indonesia, sehingga partai bisa kirim wakil-wakilnya, masalahnya wakil-wakil ini tidak sepenuhnya independen memikirkan negara. Dia harus memikirkan juga yang mengirimkan dia. Inilah yang akan terjadi suatu konflik interest.
Alangkah baiknya kalau Pak Jokowi memiliki kebebasan memilih [menteri], karena kita harus sadar ketika Pak Jokowi mendirikan pemerintah pertama mungkin mayoritas beliau enggak kenal orangnya.
Dasarnya [Jokowi] orang Solo, begitu pintar dan halus. Sekarang pelan-pelan dia mulai kenal teman, saya tahu ini bagus. Jadi menurut saya kasih kesempatan ke Pak Jokowi satu tahun lagi, mungkin dua tiga tahun beliau sudah solid. Ini masa konsolidasi tetapi Pak Jokowi tidak diam.
Kalau ada yang perlu diperbaiki, menurut Anda apa itu?
Menurut saya, berilah waktu lebih banyak kepada Pak Jokowi untuk eksekusi, implementasi semua yang beliau mau.
Kita bicara mengenai kereta cepat Jakarta-Bandung, ada argumen ini terlalu pendek [jaraknya]. Kan begini, suatu sungai, suatu rel, suatu jalan tol, kesejahteraan kan bukan untuk kota ini dan kota ini, tetapi daerah yang dilewati. Di China, Sungai Panjang dan Sungai Kuning itu mempengaruhi kekaisaran China.
Indonesia ada banyak pulau, feri, pelabuhan, pesawat itu penting. Kasihlah kepada Presiden untuk menjalankan planing-nya.