Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurang Pasokan, Industri Kakao Tahun Ini Diprediksi Stagnan

Kalangan pengusaha industri kakao memperkirakan tahun ini bakal stagnan dan belum ada industri baru maupun ekspansi bisnis lantaran dunia industri masih menghadapi masalah kekurangan pasokan bahan baku biji kakao.
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com
Pekerja memeriksa buah kakao di Sunggal, Deli Serdang, Sumut, Selasa (8/1). /Bisnis.com

Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pengusaha industri kakao memperkirakan tahun ini bakal stagnan dan belum ada industri baru maupun ekspansi bisnis lantaran dunia industri masih menghadapi masalah kekurangan pasokan bahan baku biji kakao.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Sindra Wijaya menjelaskan sebenarnya kondisi industri kakao dalam 2 tahun terakhir dari sisi produksi dan market sudah cukup baik.

Namun, lanjutnya, untuk kapasitas industri kakao tahun ini bakal tergantung pada komitmen pemerintah dalam meningkatkan produksi biji kakao karena faktanya kapasitas terpasang industri saat ini 800.000 ton sementara utilitinya hanya sekitar 400.000 ton.

"Pada 2015 saja kapasitas industri turun sekitar 10% dan tahun ini diperkirakan sama seperti 2015 karena belum terlihat adanya peningkatan produksi biji kakao," katanya Senin (15/2/2016).

Dia memaparkan, kebutuhan industri jika berjalan penuh adalah 800.000 ton sementara suplai bahan bakunya hanya sekitar 400.000 ton, dan didukung impor biji kakao hanya sekitar 109.000 ton pada 2014, dan 2015 turun menjadi 70.000 ton.

"Impor tahun ini kemungkinan juga sama dengan tahun lalu, apalagi tingginya nilai tukar rupiah berdampak besar pada pendapatan para petani kakao, harga yang didapat petani meningkat tajam tapi sayangnya produktivitas kakao mereka rendah," jelasnya.

Sindra menambahkan, kondisi minimnya pasokan bahan baku industri kakao tersebut juga disebabkan oleh adanya pengenaan bea keluar 10%, dan bersamaan dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) 10% atas transaksi biji kakao dalam negeri sehingga pada akhirnya tidak ada lagi disinsentif atas ekspor biji kakao.

"Akibatnya masih ada biji kakao yang diekspor sekitar 50.000-60.000 ton per tahun," imbuhnya.

Sindra menambahkan, seharusnya pengenaam bea keluar dibuat flat 15% sehingga ada jaminan pasokan bahan baku untuk industri kakao lokal.

Sindra menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini perusahaan kakao juga telah melakukan efisiensi karena semakin tingginya biaya produksi seperti biaya tenaga kerja yang naik sekitar 10%.

"Berharap untuk biaya listrik dan gas diharapkan ada penurunan tarif dari pemerintah, biaya logistik juga diharapkan turun dengan turunnya harga minyak. Salah satu solusi lainnya mungkin pemerintah bisa meniadakan bea masuk biji kakao impor yang saat ini dikenakan 5%," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper