Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Bidang Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Thomas Darmawan menyebutkan harga baso ikan dan udang dari Malaysia dan memang jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia. Hal tersebut diduga menjadi salah satu pemicu melonjaknya impor baso ikan dan udang dari Malaysia hingga lebih dari 200% dalam dua tahun terakhir.
Thomas mengatakan penyebab murahnya harga produk tersebut di Malaysia adalah kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah Malaysia bagi nelayan di Selat Malaka yang ingin mendaratkan ikannya di pelabuhan-pelabuhan Malaysia, mulai dari harga BBM yang lebih murah serta jaminan tidak ada preman dan pungli di pelabuhan.
Sebagai perbandingan, BBM yang dijual di Malaysia dipatok dengan harga Rp5850/liter, sementara Indonesia berencana menurunkan premiumnya menjadi Rp7.100/liter. Selain memberikan kemudahan untuk mendatangkan bahan baku, pemerintah Malaysia juga memberikan insentif bagi industrinya dengan tarif listrik yang lebih murah, sehingga harga produk ikan di sana lebih murah.
Menurut Thomas, dengan bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016 mulai 1 Januari 2016, hal-hal seperti itu justru tidak diterapkan di dalam negeri. Permintaan ikan sebagai bahan baku baso yang meningkat karena mahalnya harga daging, justru tidak diimbangi dengan kemudahan mendapat bahan baku dari dalam negeri.
Kesulitan mendapat bahan baku salah satunya karena adanya aturan kapal-kapal di atas 32 ton tidak boleh menggunakan cantrang, sehingga ikan tidak tertangkap. Selain itu juga, karena izin-izin kapal besar belum mendapat kejelasan apakah akan diizinkan atau dimusnahkan.
“Kita harap, kapal yang sudah diverifikasi aman, bisa diperbolehkan beroperasi. Jangan sampai pada akhirnya, pabrik-pabrik di Malaysia, di Singapura, bisa mengirim baso, siomay, dan macam-macam, kita akan kelabakan juga nantinya,” kata Thomas kepada Bisnis, Minggu (3/1/2015).
Adapun, menurut Thomas dengan berlakunya MEA akan memaksa pemerintah untuk segera mempersiapkan diri. Selama ini menurutnya yang tidak siap bukanlah kalangan swasta, tetapi justru pemerintah. Misalnya saja untuk masalah infrastruktur dan mempermudah perizinan. Kedua hal tersebut berada di luar kewenangan sektor swasta.
Pemerintah juga harus meningkatkan koordinasinya untuk mendorong industri pengolahan ikan di dalam negeri. Peningkatan koordinasi itu mesti dilakukan lintas kementerian yaitu antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan, serta peningkatan koordinasi di tingkat Kementerian Koordinatornya.