Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman membenarnkan bahwa bahan baku kakao semakin berkurang. Akibat kekurangan tersebut, otomatis Indonesia juga perlu impor bahan baku.
“Seharusnya kita sudah mulai replanting dan penambahan area karena industrinya berkembang,” kata Adhi, kepada Bisnis, Senin (21/12/2015).
Masih rendahnya produktifitas kakao juga menjadi hambatan bagi industri untuk memenuhi pasokan bahan baku. Padahal, selama ini produk dari industri pengolahan kakao di Indonesia sebagian besar berorientasi ekspor. Saat ini, kapasitas industri pengolahan kakao mencapai 800.000 ton. Jumlah produksi bahan baku di Indonesia baru mampu memenuhi utilitas industri sebesar 50%.
Mengutip data BPS, volume ekspor kakao dan produk turunannya pada periode Januari – November 2015 mencapai 324.903 ton, naik tipis sebesar 0,05% dibanding volume ekspor periode yang sama pada tahun lalu sebesar 308.547 ton.
Adapun, pemerintah menjanjikan ada Gerakan Nasional (Gernas) Kakao dengan target peningkatan produksi sebesar 1,7 juta ton. Dengan jumlah produksi saat ini, Adhi menilai target tersebut terlalu tinggi. Namun, dengan langkah tersebut menurutnya setidaknya produksi bahan baku akan meningkat.
Selain peremajaan dan perluasan area tanam, Adhi menilai pemerintah harus bisa mendorong para petani kakao untuk konsisten menanam kakao. Pasalnya, yang umum terjadi adalah ketika harga komoditas terkait turun, petani menebang pohonnya dan beralih ke tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan.