Bisnis.com, JAKARTA – Harga kakao di pasar global terus merangkak naik di tengah kondisi pelemahan harga yang terjadi pada hampir semua komoditas dunia. Sayangnya, momen tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan produksi di sektor hulu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri kakao Indoensia (AIKI) Sindra Wijaya menyebutkan harga kakao sejak tahun lalu hingga hari ini masih berada di level tinggi. Jika komoditas lainnya pada saat ini mengalami oversupply, kakao justru terjadi overdemand.
“Kebutuhan cokelat dunia tidak turun, bahkan terus meningkat. Itu yang menyebabkan harganya tetap stabil di level tinggi. Memang belum terjadi defisit pasokan, tetapi banyak yang memprediksi hal itu akan terjadi sekitar 10 tahun ke depan,” kata Sindra kepada Bisnis, Senin (21/12/2015).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik harga rata-rata kakao pada November 2015 mencapai US$3,36/kg atau naik 15,46% dibanding harga rata-rata pada November tahun lalu yang berada pada level US$2,91/kg. Sepanjang tahun, harga kakao terus menunjukan tren menanjak.
Sindra menyebutkan, tingginya harga kakao pada saat ini ditambah depresiasi rupiah terhadap dolar AS sangat dinikmati oleh para petani. Sayangnya, produksi saat ini cukup rendah sehingga tidak bisa memaksimalkan momentum harga tinggi.
Berdasarkan data AIKI, produksi kakao dunia saat ini diperkirakan mencapai 4 juta ton, dengan 400.000 ton diantaranya berasal dari Indonesia. Jumlah produksi tersebut merupakan tertinggi ketiga setelah Pantai Gading sebesar 1,7 juta ton dan Ghana sebesar 800.000 ton. Posisi Indonesia sebagai produsen terbesar ketiga masih bisa ditingkatkan, karena saat ini masih cukup jauh dari potensi maksimalnya.
Sindra menyebutkan, tingkat produktifitas kakao di Indonesia masih berkisar di angka 0,3 – 0,4 ton per hektar. Padahal potensi produktifitas kakao di Indonesia diperkirakan mampu mencapai 2 juta ton per hektar. Sementara itu baru-baru ini Wakil Presiden Jusuf Kalla menargetkan produktifitas kakao mencapai 1 juta ton per hektar.
“Kalau bisa sampai 1 ton per hektar, itu artinya masih setengahnya dari potensi maksimalnya. Tetapi hanya dengan 1 ton per hektar saja, kita sudah menjadi yang terbesar di dunia. Karena kita punya areal seluas 1,7 juta hektar,” kata Sindra.