Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan akhirnya mengenakan tarif konsesi sebesar 2,5% terhadap bandara yang diusahakan secara komersial, atau sama dengan tarif konsesi yang diberikan kepada operator pelabuhan.
“Tarif konsesi bandara sudah ditetapkan pada 15 Desember 2015 yang lalu, yakni sebesar 2,5% sama seperti tarif konsesi pelabuhan,” ujar Agus Santoso, Direktur Kebandarudaraan Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub di Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Dia menjelaskan penetapan pengenaan tarif konsesi 2,5% tersebut merupakan batas minimum dari Kemenhub. Menurutnya, pengenaan tarif tersebut diambil setelah disesuaikan terlebih dahulu dengan kondisi keuangan operator bandara komersial.
Dia menambahkan pengenaan tarif konsesi bandara tersebut nantinya berjangka waktu hingga 30 tahun kedepan. Meski begitu, lanjutnya, besaran tarif akan dievaluasi setiap tahunnya, sehingga peluang adanya revisi juga masih terbuka lebar.
“Kami ketika menentukan angka ini, juga melibatkan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan]. Mereka sudah tahu, dan kami mohon agar mereka juga ikut mengevaluasi besaran tarif konsesi itu setiap tahun,” katanya.
Sekadar informasi, dari 237 bandara yang ada di Indonesia, sebanyak 26 bandara dikelola PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa II. Sementara sisanya, sebanyak 211 bandara dikelola Unit Penyelenggara Bandara Udara (UPBU) dari Kemenhub.
Selain didasari atas kemampuan operator bandara, Agus juga mengungkapkan pengenaan tarif konsesi bandara tidak lebih dari 2,5% disebabkan adanya kebijakan larangan penggunaan APBN untuk infrastruktur BUMN, khusus udara.
“Padahal yang laut [pelabuhan] itu belum ada larangan seperti itu. Jadi kasihan juga udara ini, kalau tarif konsesi bandaranya itu lebih tinggi dari 2,5%. Oleh karena itu, dipatok di batas minimum dulu,” tuturnya.
Agus mengungkapkan penerapan konsesi sudah diatur dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan. Namun demikian, sambungnya, kebijakan tersebut justru belum diimplementasikan selama ini.
Seperti diketahui, ketentuan pengenaan konsesi tertuang dalam UU No. 1/2009 pasal 235. Pasal tersebut menyebutkan pelayanan jasa kebandarudaraan yang dilaksanakan oleh badan usaha bandar udara diselenggarakan berdasarkan konsesi dan/atau bentuk lainnya.
Dalam penyelenggaraannya, konsesi dan/atau bentuk lainnya itu akan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Menteri dan dituangkan dalam perjanjian. Hasil konsesi dan/atau bentuk lainnya itu merupakan pendapatan negara.
Dalam produk turunannya, Kemenhub menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 43/2015 tentang konsesi dan bentuk kerjasama lainnya antara pemerintah dengan badan usaha bandar udara untuk pelayanan jasa kebandarudaraan.
Pada Permenhub No. 43/2015 pasal 32 menyebutkan perjanjian konsesi dihitung berdasarkan formula hubungan antara proyeksi trafik bandar udara, skema tarif bandar udara, besaran investasi, besaran konsesi sekurang-kurangnya 2,5% dari laba bersih dan masa konsesi.
Agus juga berharap pengenaan tarif konsesi tersebut dapat berkontribusi terhadap target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Kemenhub pada tahun depan, yakni sebesar Rp9,5 triliun, atau naik tiga kali lipat dari target tahun ini Rp3,2 triliun.
Dikonfirmasi terkait itu, Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura I Farid Nugraha tidak banyak berkomentar. Menurutnya, direksi Angkasa Pura I sudah memutuskan setuju dengan tarif konsesi tersebut, sesuai dengan yang disepakati bersama.
Sayangnya, dia tidak menjelaskan seberapa besar pengaruh tarif tersebut terhadap rencana ekspansi perseroan pada tahun depan. Seperti diketahui, Angkasa Pura I berencana mengembangkan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dan Achmad Yani Semarang.