Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya akan terus memperjuangkan penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) guna menjamin pengelolaan hutan secara lestari.
“Saya sudah laporkan kepada Presiden. Saya akan membahas kembali dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong,” katanya di Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Siti menegaskan SVLK harus bersifat wajib (mandatori), yang mencakup industri hulu maupun hilir. Pasalnya, jika bersifat sukarela, tidak ada jaminan bahwa pengusaha di sektor hilir akan menggunakan bahan baku yang memenuhi SVLK.
“Janganlah bikin asumsi sendiri. Mari kita diskusikan dan duduk bareng-bareng,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Mendag Thomas Lembong pada 19 Oktober silam menerbitkan Permendag No. 89/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan. Beleid itu memungkinkan pelaku usaha tidak lagi wajib menyertakan V-Legal (sebagai bukti SVLK) untuk 15 pos tarif yang meliputi produk industri hilir.
Kemendag beralasan kewajiban SVLK dapat memberatkan kalangan pelaku usaha kecil dan menengah. Bila ini terjadi, ekspor produk hasil hutan Indonesia dapat merosot.
Sontak, keputusan itu mendapat penolakan dari kalangan aktivis lembaga swadaya masyarakat hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 guna memastikan aspek kelestarian kayu dari asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, hingga perdagangan. Proses pemeriksaan SVLK dilakukan oleh tim auditor independen.
SVLK direncanakan menjadi syarat wajib ekspor produk kehutanan per 1 Januari 2016. Sayangnya, Permendag No. 89/2015 membuyarkan rencana tersebut.