Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SWASEMBADA DAGING: Berdayakan Dulu Daerah Potensial

Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (PSDLH) Kemendesa Faizul Ishom menuturkan pemenuhan kebutuhan daging sapi untuk ketahanan pangan nasional memerlukan pemberdayaan daerah potensial agar produksi daging sapi bisa lebih optimal.
Daging Sapi Segar/Antara
Daging Sapi Segar/Antara

Bisnis.com, JAKARTA --- Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (PSDLH) Kemendesa Faizul Ishom menuturkan pemenuhan kebutuhan daging sapi untuk ketahanan pangan nasional memerlukan pemberdayaan daerah potensial agar produksi daging sapi bisa lebih optimal.

"Swasembada daging sapi hanya dapat terlaksana apabila potensi sumber daya dalam negeri dimaksimalkan serta regulasi yang ada berpihak kepada peternak rakyat," ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (3/11/2015).

Menurut Faizul, Indonesia memiliki bibit yang memadai dan lahan yang luas, terutama di daerah tertinggal yang belum banyak dikembangkan dalam peternakan sapi.

Dengan memanfaatkan lahan dan sumberdaya hayati di daerah tertinggal dan pembibitan dengan pola ekstensifikasi dan intensifikasi, diharapkan swasembada daging sapi dapat terwujud dan mampu memberdayakan ekonomi rakyat khususnya di pedesaan dan daerah tertinggal.

Faizul memaparkan konsumsi daging sapi orang Indonesia hanya 2,2 kilogram per kapita per tahun dan masih cenderung rendah jika dibandingkan negara lain seperti Argentina yang konsumsi dagingnya mencapai 55 kilogram per kapita per tahun, Brasil 40 kilogram per kapita per tahun, dan Jerman 40-45 kilogram per kapita per tahun.

Singapura dan Malaysia mengonsumsi 15 kilogram daging sapi per kapita per tahun.

Walaupun konsumsi daging sapi orang Indonesia rendah, namun karena penduduk kita banyak, tetap saja kita membutuhkan daging sapi ratusan ribu ton tiap tahunnya, ungkap Faizul.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO) Djoni Liano menuturkan database yang ada saat ini masih bersifat sektoral. Selama ini yang menjadi perhitungan adalah kebutuhan daging yang dihitung secara nasional bukan berdasarkan kebutuhan di tiap daerah.

Di samping itu, menurut dia, swasta memerlukan dukungan dan insentif dari pemerintah terutama terkait dengan penyediaan lahan untuk meningkatkan skala usaha.

"Karena jika hal ini terus diabaikan, maka pemenuhan daging sapi selalu saja diselesaikan dengan cara importasi dari luar," tutur Djoni.

Untuk mencukupi kebutuhan daging sapi nasional, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Pertanian Tri Hartini mengatakan saat ini pemerintah sedang mengembangkan dan melaksanakan konsep Sentra Peternakan Rakyat (SPR).

"Kebutuhan daging, terutama daging sapi untuk tahun 2015 ini sekitar 545,29 ribu ton dimana sekitar 20 persennya masih diimpor. Diharapkan program SPR akan memenuhi tujuan produksi daging sapi, daya saing, serta kesejahteraan para peternak daging sapi," tutur Tri Hartini.

Ia juga menyayangkan usaha pembibitan yang menjadi basis industri sapi potong ternyata tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.

Secara ekonomi, kata dia, usaha pembibitan serta pembesaran bakalan sapi potong belum mampu menawarkan insentif pada peternak atau pelaku usaha lainnya dibandingkan dengan usaha penggemukan.

"Karakteristik pembibitan dan pembesaran yang memiliki siklus produksi yang relatif panjang menyebabkan pengembalian (turnover) usaha ternak menjadi relatif rendah," tutur Tri Hartini.

Sementara itu, Ketua Ikatan Alumni Lemhannas RI XLIX (IKAL 49) Boedhi Setiadjid mengatakan bahwa di tataran nasional, permasalahan tata niaga daging sapi harus fokus dan konsisten diindikasikan melalui tingginya harga daging di tingkat konsumen.

Hal itu disebabkan sistem logistik nasional di Indonesia yang masih perlu dibenahi. "Memang untuk saat ini, dalam praktiknya secara ekonomis, akan lebih murah mengimpor daging atau bakalan sapi dari Australia dibandingkan mendatangkannya dari NTT, NTB atau sentra ternak lainnya," kata Boedhi.

Menurut dia, pemerintah harus segera mempercepat pembangunan infrastruktur dan memperkuat dukungan sistem logistik nasional.

Boedhi mengatakan hambatan lain seperti optimalisasi angkatan laut, pembatasan penggunaan kereta api sebagai sarana angkut, dan adanya kuota pengeluaran sapi yang membatasi sapi dipindahkan dari provinsi tertentu, harus segera diselesaikan dengan jalan keluar yang tepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper