Bisnis.com, JAKARTA--Transaksi bawah tangan untuk melancarkan penyelundupan kontainer barang ilegal tak cukup dengan pengawasan kapal asing yang diperketat. Kepala Badan Inovasi dan Bisnis Ventura ITS Saut Gurningmengatakan pengawasan pada pelabuhan khusus atau pelabuhan kepentingan sendiri perlu ditingkatkan.
Penyelundupan barang konsumsi ilegal, jelasnya, banyak dibongkar muat pada pelabuhan yang pengawasannya longgar. Akses keterjangkauan pelabuhan menyebabkan pengawasan pelabuhan berkurang. Menurutnya, terdapat lebih dari 1.800 pelabuhan di Indonesia yang berpotensi menjadi pintu gerbang barang ilegal.
Pemerintah harusnya melakukan pengawasan. Tapi, ada persoalan akar masalah yaitu siapa otoritas perdagangan siapa. Jadi, tidak cukup dengan pengawasan kapal asing karena ada kargonya dan bahkan awaknya, ucapnya, Minggu (18/10/2015).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa untuk memeriksa kargo yang masuk bisa melalui catatan dokumen dari pemilik barang. Namun, oknum telah memiliki cara canggih untuk memasukkan barang ilegal dengan pemalsuan dokumen dan pemberian informasi yang salah.
Menurutnya, pengecekan keterangan itu tak mampu dideteksi oleh teknologi yang dimiliki negara. Sementara, untuk memeriksa kontainer melalui alat scanner memerlukan waktu yang banyak. Satu kontainer setidaknya memerlukan waktu 5 menit 10 menit melewati alat scanner.
Otoritas perdagangan yang biasanya melakukan pengecekan adalah institusi bea dan cukai. Jadi kalau ada barang ilegal banyak, seharusnya bea cukai kita melakukan kerjasama dengan bea cukai luar negeri, dan banyak melakukan pengawasan, jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menginstruksikan peningkatan pengawasan terhadap setiap kapal-kapal berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.
Langkah itu dilakukan sebagai langkah antisipasi potensi pengangkutan barang ilegal ke Indonesia terlebih temuan Presiden Joko Widodo mengenai transaksi bawah tangan senilai Rp120-Rp200 juta untuk melancarkan penyelundupan kontainer dengan barang tak resmi.