Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Alat Berat Minta Pengetatan Pemberlakuan TKDN

Pelaku industri alat berat meminta agar pemerintah memperketat pemberlakuan tingkat kandungan dalam negeri agar kapasitas produksi industri nasional dapat dioptimalkan.
Alat berat Liebherr./Ilustrasi-liebherr.ca
Alat berat Liebherr./Ilustrasi-liebherr.ca

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri alat berat meminta agar pemerintah memperketat pemberlakuan tingkat kandungan dalam negeri agar kapasitas produksi industri nasional dapat dioptimalkan.

Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) Jamaludin mengatakan bahwa berjalannya proyek pemerintah di bidang infrastruktur tidak akan berpengaruh signifikan bagi produsen lokal jika pemberlakuan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tidak ketat.

“Selama ini belum berjalan maksimal mungkin karena baru mulai. Kondisinya sekarang, meskipun ada aturan TKDN, di procurement mereka kan tetap cari harga termurah. Ini yang harus diperhatikan betul oleh pemerintah,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (15/10/2015).

Dia mengatakan bahwa sekalipun dalam proyek pemerintah, produk buatan dalam negeri masih kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah, baik produk baru maupun produk bekas. Hal ini dikhawatirkan akan membuat produsen lokal tidak mendapat porsi yang besar dalam realisasi proyek pemerintah.

Saat ini, kapasitas terpasang industri alat berat lokal mencapai 10.000 unit per tahun. Sedangkan penggunaannya pada tahun hanya berkisar 6.000 unit.

Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Hinabi menyampaikan agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang bisa mendukung agar industri alat berat lokal bisa memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang yang saat ini hanya digunakan berkisar 40%. Selain melalui pemberlakuan TKDN, hal tersebut juga bisa dicapai dengan pengetatan impor.

“Kami berharap untuk impor ini memang diperketat. Jadi barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri, kalau bisa tidak perlu diimpor lagi,” jelasnya.

Dia mengatakan bahwa upaya-upaya yang diusulkan dalam pertemuan tersebut bertujuan agar industri bisa bergulir dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sepanjang semester pertama tahun ini, terjadi penurunan sekitar 5%-10% dengan penjualan di angka 2.256 unit.

“Kami harap tahun ini bisa produksi hingga 6.000 unit, sama seperti tahun lalu. Tapi kalau dilihat, paling bisa di kisaran 5.500 unit, karena untuk semester pertama saja tidak sampai 3.000 unit yang terjual,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Shahnaz Yusuf

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper