Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Rumah Bersubsidi Tumbuh 40%. Ini Pemicu dan Hambatan Yang Masih Ada

Meski dalam kondisi perekonomian yang lesu, penjualan rumah bersubsidi secara nasional tumbuh 40% lebih. Hal itu dipicu banyaknya insentif dari pemerintah sehingga meningkatkan daya beli masyarakat.
Rumah Tapak. /Bisnis.com
Rumah Tapak. /Bisnis.com

Bisnis.com, MALANG—Meski dalam kondisi perekonomian yang lesu, penjualan rumah bersubsidi secara nasional tumbuh 40% lebih. Hal itu  dipicu banyaknya insentif dari pemerintah sehingga meningkatkan daya beli masyarakat.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan sampai dengan September 2015 penjualan rumah bersubsidi sudah mencapai 80.000 unit dan 45.000 unit dibangun pengembang yang tergabung dalam asosiasi tersebut.

“Dengan banyaknya insentif, maka masyarakat berpenghasilan rendah menjadi berkemampuan untuk membeli rumah tapak,” ujarnya di sela-sela Rakerda DPD Apersi Jatim di Malang, Selasa (6/10/2015).

Insentif tersebut, seperti uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) yang hanya 1%. Bagi pegawai negeri sipil (PNS), ada bantuan hibah Rp4 juta untuk konsumen rumah bersubsidi serta hak PNS sebesar Rp1,2 juta-Rp1,8 juta tergantung golongannya dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum)

Selain itu, pemerintah juga membantu end user dengan insentif baru bantuan hibah Rp4 juta dan selisih angsuran yang sebelumnya bunga KPR 7,5% menjadi 5%. Pemerintah juga menghapuskan PPN untuk rumah bersubsidi.

“Kondisinya berbalik dengan penjualan rumah nonsubsidi yang justru turun 40%,” ujarnya.

Namun dari sisi pencapaian target pembangunan 1 juta rumah, dia akui, realisasi tersebut masih jauh dari target yang dipatok.

Karena itulah perlu ada kebijakan tambahan dari pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan rumah, terutama rumah bersubsidi.

Permasalahan yang masih mengganjal pengembang perumahan bersubsidi yakni prosedur perizinan yang panjang. Sampai saat ini, ada 30 item perizinan yang harus diurus pengembang untuk membangun rumah tersebut, sehingga selain memboroskan waktu, juga menimbulkan beban biaya yang tinggi.

Idealnya, item perizinan untuk membangun rumah bersubsidi hanya 10 item saja.

Kendala lainnya terkait biaya sertifikat tanah. Biaya pemecahan sertikat tanah untuk rumah bersubsidi tinggi, sama dengan rumah nonsubsidi.

Masalah berikutnya adalah harga tanah yang setiap tahun naik. Karena itu, pemerintah dinilai perlu mendirikan bank tanah agar harga tanah tidak terus naik serta ada lahan untuk dibangun rumah bersubsidi.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan backlog perumahan di Jatim masih tinggi, yakni sekitar 500.000 unit. Dari angka itu, 300.000 unit berada di perkotaan, sedangkan sisanya di pedesaan.

Setiap tahun angkanya terus naik karena angka pernikahan setiap tahunnya mencapai 500.000. Dengan demikian maka kebutuhan rumah juga meningkat dengan adanya keluarga baru.

“Kami meminta masukan dari Apersi untuk mempercepat pembangunan rumah di Jatim yang tahun ini ditargetkan dapat dibangun sebanyak 20.000 unit,” ujarnya.

Terkait usulan mengenai bank tanah dan penyederhanaan izin, dia berjanji akan mengkomunikasikan dengan kepala-kepala daerah di Jatim.

Masalah tersebut perlu dikomunikasikan karena terkait dengan sumber penerimaan daerah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper