Bisnis.com, JAKARTA - Jawa Timur kini dituntut ekspansif. Pengembangan kawasan industri selama ini terjebak di Ring I seperti Surabaya Industrial Estate (SIER), PIER Pasuruan, Kawasan Industri Gresik (KIG), Ngoro Industrial Park (NIP) Mojokerto, Maspion Gresik, dan Lamongan Industrial S (LIS).
Potensi yang dijanjikan di Ring I tersebut memang sangat besar karena memiliki infrastruktur pendukung yang memadai mulai dari jalan hingga ketersediaan pelabuhan Terminal Teluk Lamong dan Pelabuhan Perak.
Akan tetapi, di sisi lain, wilayah tersebut dianggap menjadi lokasi yang tak menguntungkan bagi investor lantaran biaya operasionalnya semakin tinggi, termasuk upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang tinggi tahun ini Rp2,7 juta serta kondisi ekonomi yang lesu saat ini.
Kondisi tersebut membuat sebagian industri berupaya dan berjuang untuk mempertahankan bisnisnya, tetapi banyak juga industri yang akhirnya berguguran.
Ada pula yang memilih untuk merelokasi pabriknya ke daerah lain dengan upah tenaga kerjanya yang lebih rendah dua kali lipat. Bahkan, ada industri mebel yang merelokasi pabriknya ke negara lain seperti Vietnam supaya mampu menghasilkan produk berdaya saing tinggi.
Meski begitu, pemerintah provinsi berupaya agar Jawa Timur tetap menjadi daerah yang terus dilirik investor untuk mendirikan pabriknya. Pasalnya, pemodal memang wajib berada di dalam kawasan industri sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 2009 tentang Kawasan Industri.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menuturkan, pengembangan kawasan industri akan terus diarahkan ke lokasi-lokasi alternatif yang belum memiliki kawasan industri tetapi memiliki gerakan industrialisasi yang tinggi seperti Jombang, Probolinggo, Ngawi, Madiun, dan Bangkalan Madura.
“Di Ngawi dan Jombang, misalnya, sangat potensial untuk pengembangan kawasan industri apalagi sebentar lagi akan ada jalan tol yang nyambung ke pelabuhan di Surabaya,” katanya.
Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Jawa Timur mencatat, tingkat pertumbuhan penjualan kawasan industri di Jatim mencapai 5%—8% per tahun, sementara beberapa kawasan industri utama di Jatim pun sudah habis terjual.
Berdasarkan studi kinerja investasi di Jatim oleh BPM Jatim, tanah yang diperlukan untuk investasi asing langsung dan domestik sejak 2001—2016 diperkirakan akan mencapai 4.359 hektare (ha), adapun yang tersisa hanya 800 ha. Untuk itu, perlu ada pengembangan secara terus menerus.
Sementara itu, potensi industri makanan dan minuman berbasis buah mangga, misalnya, BPM akan mengarahkan investasi di Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Situbondo.
Potensi industri garam berada di Sampang, Pamekasan, dan Sumenep Madura, sedangkan industri berbasis rumput laut ada di Trenggalek, dan disusul Pacitan, Malang, dan Banyuwangi.
Selain itu, untuk industri berbahan dasar susu akan disiapkan di Kabupaten Malang, Pasuruan, dan Mojokerto. Industri plastik di Pasuruan dan Sidoarjo. Sedangkan iron steel diarahkan ke lokasi alternatif seperti Lumajang, Jember, dan Banyuwangi, dan untuk tambang marmer ada di Bojonegoro dan Tulungagung.
Selain itu, potensi industri komponen otomotif dan tekstil bakal diarahkan di Pasuruan, Mojokerto, dan Jombang. Serta pengolahan ikan di Trenggalek, Malang, Pacitan dan Banyuwangi.
Diperkirakan, ketersediaan lahan kawasan industri exsisting yang siap digunakan yakni di Pasuruan sekitar 400 ha, Lamongan 2.000 ha, Gresik 4.000 ha, Banyuwangi 400 ha, Nganjuk 1.000 ha.
INSENTIF
Kepala BPM Jatim Lili Sholeh Wartadipradja mengatakan Jatim sudah menyiapkan kebutuhan lokasi kawasan industri untuk mendukung iklim investasi. Bahkan, Pemprov Jatim juga menyatakan telah menyiapkan jaminan fasilitas penyediaan atau pencarian lahan, kemudahan perizinan, dan membantu koordinasi dengan BPM tingkat kota/kabupaten.
“Jaminan investasi ini sudah masuk dalam program Provinsi Jatim yakni guarantee government,” katanya.
Kepala Bidang Pengolahan Data dan Sistem Informasi BPM Jatim, Diah Wahyu Ermawati menambahkan, kemudahan itu tetap saja berbenturan dengan sejumlah kendala yang kerap dihadapi dalam upaya menggenjot pemerataan ekonomi. Infrastruktur di wilayah alternatif tersebut belum siap misalnya ketersediaan air dan listrik.
“Terkadang investor yang sudah melihat lokasi dan niat untuk investasi, ternyata listrik untuk industrinya belum siap. Ini butuh perhatian pemerintah setempat supaya perekonomian di wilayahnya berkembang,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar mengungkapkan, Jatim masih menjadi wilayah favorit yang diincar oleh investor untuk mendirikan industri, apalagi Jatim sudah menjadi pusat distribusi bahan baku maupun barang jadi untuk wilayah Indonesia timur.
Namun, investasi kebanyakan hanya sektor tertentu seperti industri sektor makanan dan minuman serta consumer goods. Sedangkan di Jawa Tengah, kecenderungan untuk industri tekstil, garmen, dan alas kaki, dan di Jawa Barat kebanyakan untuk industri otomotif, dan elektronik.
“Kecenderungan investor akan mendekati sumber daya alam yang ditawarkan di lokasi tersebut. Masing-masing daerah memiliki kekuatan dan daya tarik yang berbeda,” katanya.
Anggota HKI setiap tahun berupaya mengembangkan lahan-lahan baru, misalnya di wilayah Jabodetabek pengembangan lahan kawasan industri sekitar 500 ha—1.000 ha/tahun dan di Jawa Timur sekitar 100 ha—300 ha/tahun.
Pengembang kawasan industri, PT Initiland Development Tbk., misalnya, pernah menyatakan bakal terus memperluas lahan kawasan industri Ngoro Industrial Park (NIP) Mojokerto untuk memenuhi permintaan investor yang mendirikan industri.
Pada NIP I, ada lahan seluas 450 ha dan telah terisi, tahun ini NIP II mulai dikembangkan dengan luas 225 ha. “Dalam mengembangkan kawasan industri, kami juga melihat respons pasar [investor] dan kebutuhannya. Yang pasti, setiap tahun selalu ada permintaan lahan industri,” ujar Sanny.
Untuk itu, Pemprov Jatim mesti menyiapkan kemudahan investasi pengembangan kawasan industri. Apalagi, di tengah pelemahan rupiah saat ini, diyakini justru menjadi daya tarik investor asing karena investasi yang dikeluarkan jauh lebih murah.
Selain itu, paket kebijakan ekonomi II yang baru dikeluarkan pemerintah terutama soal kemudahan investasi dan pemberian insentif bakal menarik investor untuk mendirikan kawasan industri baru di Jatim.