Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Kontraktor Wajib Miliki Alat Berat Tuai Pro dan Kontra

Rencana pemerintah mewajibkan kontraktor dengan nilai kontrak proyek infrastruktur minimal Rp 200 miliar untuk memiliki alat berat sendiri menuai pro dan kontra dari pelaku usaha.
Ilustrasi: Pengerjaan proyek pelebaran jalan jalur mudik di Jalan Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (12/6/15)./Antara-Risky Andrianto
Ilustrasi: Pengerjaan proyek pelebaran jalan jalur mudik di Jalan Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (12/6/15)./Antara-Risky Andrianto

Bisnis.com, JAKARTA— Rencana pemerintah mewajibkan kontraktor dengan nilai kontrak proyek infrastruktur minimal Rp 200 miliar untuk memiliki alat berat sendiri menuai pro dan kontra dari pelaku usaha.

Ketua  Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat Konstruksi Indonesia (Appaksi) Sjahrial Ong menilai kebijakan tersebut sebagai langkah mundur. Pasalnya, aturan serupa pernah diterapkan pada dekade 90-an, dan ketika krisis moneter terjadi pada 1998, para kontraktor menilai memiliki alat berat adalah salah satu sumber ketidakefisienan.

“Alat berat itu bukan hanya soal membelinya, tetapi juga perawatan. Kebijakan ini akan membuat kita kembali lagi ke zaman sebelum 98, mereka (kontraktor) semua beli alat ternyata itu sumber ketidakefisienan, high cost economy. Makanya setelah itu diarahkan pada outsorcing atau penyewaan, lebih efisien. Negara maju seperti Amerika, Australia dan Jepang juga seperti ini [sistem penyewaan],” ujarnya kepada Bisnis.com.

Menurutnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan alat berat cukup besar. Dia menggambarkan sebuah alat berat rata-rata memiliki masa pakai delapan hingga 10 tahun, dan biaya perawatan yang dikeluarkan selama masa itu bisa mencapai 150% dari harga beli semula. Biaya perawatan tersebut untuk peremajaan mesin secara berkala.

Selain itu, dia mencemaskan kebijakan ini akan mematikan perusahaan penyewaan alat berat berskala menengah. Pasalnya, sebelum diberlakukan kebijakan tersebut, krisis ekonomi dan lesunya sektor pertambangan telah membuat banyak alat berat terpaksa menganggur.

“Sebenarnya yang kita harapkan itu adalah penataan para pemilik alat berat dan rental, juga registrasi alat, administrasinya, hingga detil perusahaan sehingga semua bisa bekerja dengan  baik. Yang jadi masalah adalah tidak ada peraturan yang jelas, tidak ada tata tertib sehingga semuanya menjadi rumit dan kacau,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Aspal dan Beton Indonesia (AABI) Benny Djustrisno justru mendukung rencana pemerintah ini. Bahkan, pihaknya telah mewajibkan semua kontraktor yang terdaftar dalam AABI untuk memiliki alat berat.

“Sebelum ada aturan itu, kami sudah mewajibkan anggota kami punya alat berat, paling tidak AMP [Asphalt Mixing Plant]. Bahkan kalau perlu tidak harus proyek Rp200 miliar, tetapi proyek Rp50 miliar pun perlu alat berat untuk meningkatkan kemampuan kontraktor,” ujarnya.

Dia menambahkan kini terdaftar 161 perusahaan kontraktor di dalam asosiasinya, dan semuanya memiliki alat berat. Menurutnya, jenis alat berat yang wajib dimiliki adalah yang bersifat utama dan paling sering digunakan, sedangkan alat berat sisanya masih mengandalkan sewa. Menurutnya, hal tersebut lebih efisien dan dapat mempercepat waktu konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Deandra Syarizka
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper