Bisnis.com, JAKARTA – Masifnya kebakaran hutan yang terus terjadi belakangan ini diduga karena banyaknya perusahaan kelapa sawit yang tidak serius mengelola perkebunan mereka dengan praktik-praktik yang berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Jefri Saragih mengatakan praktik-praktik pengelolaan perkebunan kelapa sawit cenderung mengambil langkah yang praktis saja, tanpa memperhitungkan dampak lingkungan dan sosialnya.
“Perusahaan gegabah dan mengambil jalan pintas tanpa melakukan reformasi dalam pengelolaan perkebunan. Perusahaan lebih mementingkan kepentingan pasar dengan mengikuti berbagai skema keberlanjutan tanpa adanya implementasi nyata dalam menerapkan komitmen mereka,” kata Jefri, Jumat (11/9/2015).
Jefri merujuk pada hasil temuan Sawit Watch yang menunjukkan beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terindikasi melakukan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan merupakan perusahaan yang justru tergabung dalam grup besar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan IPOP (Indonesia Palm Oil Pledge).
Padahal, kedua standar tersebut menentukan prinsip dan kriteria keberlanjutan dan kelestarian yang amat tinggi.
Berdasarkan pantauan Sawit Watch melalui satelit Modis, khusus ntuk wilayah Riau terdapat sekitar 80 titik api di dalam perkebunan kelapa sawit, yang 61 di antaranya berada di lahan gambut, jumlah ini naik dari September 2014 yang hanya berjumlah 11 titik api.
Di Jambi ada 175 titik api di dalam perkebunan kelapa sawit, yang 167-nya ada di kawasan lahan gambut. Sedangkan tahun lalu belum ditemukan titik api di perkebunan kelapa sawit di Jambi.
Sawit Watch mencatat sampai dengan awal September 2015 terdapat total 1062 titik api di areal perkebunan kelapa sawit yang ada di seluruh Indonesia.